Translate

Selasa, 15 Agustus 2017

Pernikahan Menurut Iman Kristen

PERNIKAHAN MENURUT IMAN KRISTEN
Oleh Astri Kristiani


PENDAHULUAN
Pernikahan adalah unit masyarakat yang paling dasar dan mempengaruhi seluruh tata kehidupan manusia. Apabila pernikahan – pernikahan yang ada di seluruh dunia ini berfungsi dengan baik, maka gereja, negara,  dan bangsa, bahkan dunia juga akan berfungsi dengan baik pula. Namun nampaknya tidak semua pasangan – pasangan menikah mengerti benar apakah pernikahan itu dan bagaimana menghidupi pernikahan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Banyak pasangan – pasangan yang menikah akhirnya mengalami perjalanan pernikahan yang tidak harmonis, bahkan sampai berujung pada perceraian.
Perlu disadari bahwa sesungguhnya yang membentuk sebuah pernikahan adalah Allah. Tuhan mempersatukan manusia laki – laki dan perempuan untuk kepentingan manusia itu sendiri. Oleh karena pernikahan dibentuk oleh Allah, maka didalam pernikahan tersebut terdapat sifat kekudusan. Disamping itu, karena pernikahan dibentuk oleh Allah, maka pernikahan didasarkan pada peraturan Allah yang suci. Jika manusia melanggar peraturan – peraturan Allah dalam hal pernikahan, maka sesungguhnya manusia merusak kesucian pernikahan yang telah dibentuk Allah sendiri.
Mengingat bahwa pernikahan adalah salah satu hal yang sangat penting karena mempengaruhi kehidupan manusia, maka penting pula untuk mengetahui bagaimana pandangan Alkitab mengenahi pernikahan. Pada paper ini akan dibahas mengenahi pandangan Alkitab terhadap pernikahan, secara khusus dilihat dari perspektif Perjanjian Baru (PB).

ISI
A.    Pengertian Pernikahan
Ada beberapa pengertian mengenahi pernikahan adalah sebagai berikut:
·    Pernikahan adalah karunia, sehingga suami dan isteri dapat saling menghibur dan saling menolong satu dengan lain, hidup setia bersama dalam kekurangan dan kekayaaan, dalam suka dan duka. Ia adalah karunia, sehingga dengan kesenangan dan kelembuatan mereka dapat saling mengenal dalam kasih, dan melalui hubungan tubuh mereka dapatmenguatkan hati dan hidup mereka. Ia adalah karunia, sehingga dapat mempunyai anak – anak dan diberkati dalam membesarkan mereka.
·    Pernikahan adalah suatu komitmen kekal antara seorang laki – laki dan seorang perempuan yang melibatkan hak – hak seksual secara timbal balik.
·    Pernikahan adalah tahap kehidupan, yg dalamnya laki-laki dan perempuan boleh hidup bersama-sama dan menikmati seksual secara sah.
·    Pernikahan adalah suatu hubungan yang halus dan kudus antara manusia laki – laki dan manusia perempuan dalam kehidupannya.
·    Pernikahan adalah persekutuan hidup yang total, eksklusif, dan terus menerus. Ia menyangkut keseluruhan hidup antara suami dan isteri, saling melayani dan mengampuni, memikul beban bersama, juga dalam mengabdi dan berbakti kepada Tuhan.
Dari pengertian tentang perkawinan diatas bisa dirangkum secara sederhana bahwa sesungguhnya pernikahan adalah karya dan anugrah Allah kepada manusia, yaitu dipersatuankannya antara manusia laki – laki dan manusia perempuan seumur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri supaya melalui hidup manusia, Tuhan dipermuliakan.
B.     Pandangan Perjanjian Baru Mengenahi Pernikahan
Dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam 1 Korintus 7 dinyatakan bahwa sesungguhnya hidup dalam pernikahan atau hidup membujang (selibat) sama – sama merupakan karunia Allah selama dalam kehidupan itu mempunyai hubungan dengan kemulyaan Allah (1 Kor 7:7, Matius 19:12, dan 1 Timotius 4:1-5). Peraturan pernikahan sangat dijunjung tinggi bagi orang percaya (Kis 5;1, 18:26, Roma 16:3, 1 Korintus 14:35, Kolose 3:18), juga pelayanan (1 Timotius 3:2, 11, 5:9), juga rasul (1 Korintus 9:5).
Dari kitab Perjanjian Baru terlihat dua hal yang sangat menonjol mengenahi pernikahan, yaitu sebagai berikut:
  • Hubungan yang suci
Didalam Ibrani 13:4 dikatakan bahwa hendaklah kita semua menaruh penuh hormat terhadap perkawinan dan jangan mencemarkan tempat tidur (dengan melakukan persundalan atau perzinahan), karena yang berbuat demikian akan dihakimi Allah. dari ayat ini terlihat jelas Allah menerangkan pernikahan adalah suatu hubungan yang terhormat dan layak untuk dihormati.
Allah membentuk sebuah pernikahan untuk menekan pencobaan, yaitu menghindar dari dosa, secara khusus dosa percabulan atau perzinahan yang berakibat tidak baik dan untuk mendukung adanya ketertiban sosial, sehingga melalui pernikahan, maka akan terwujud kehidupan yang kudus, damai, dan sejahtera (1 Kor 7:2).
  • Lambang Relasi Antara Kristus dengan UmatNya
Persekutuan dalam pernikahan antara suami dan isteri merupakan lambang dan hubungan antara Kristus dan umatNya. UmatNya adalah orang – orang yang sudah percaya kepada Yesus Kristus sebagai juruselamat pribadi mereka. Surat Efesus pasal 5 menyatakan bahwa hubungan pernikahan antara suami dan isteri adalah sebuah gambaran tentang hubungan Kristus dengan umatNya.
Didalam pernikahan ada unsur yang sangat penting yang harus dimiliki oleh suami atau isteri, yaitu adanya sikap kerendahan hati (Efesus 5:21, Filipi 2:3). Yesus telah memberikan suatu teladan hidup tentang kerendahan hati, dimana dia yang merupakan Allah mau menanggalkan ke-AllahanNya dan mengambil rupa seorang hamba dan sama dengan manusia, semua hal tersebut dilakukanNya karena kasihNya kepada umat manusia (Filipi 2:1-11). Demikianlah suami dan istri harus hidup saling rendah hati untuk menunjukan kasih kepada pasangan mereka.
Mengenahi para isteri, Rasul Paulus berkata: “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaiman jemaat tunduk kepada Kristus, demikianlah juga isteri kepada suami dalam segala sesuatu” (Efesus 5:22-24).
Mengenahi suami, Rasul Paulus berkata: “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat dihadapan diriNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela” (Efesus 5:25-27). Selanjutnya Paulus berkata: “Demikianlah juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri, siapa mengasihi isterinya mengasihi diri sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatnya sama seperti Kristus terhadap jemaat” (Efesus 5;28-29).
Dalam Efesus 5 menunjukkan bahwa orang harus selalu dekat dengan pasangan nikahnya sebagaimana ia dekat dengan anggota tubuhnya sendiri. Seorang suami harus mengasihi isterinya sebagaiman ia mengasihi tubuhnya sendiri, seseorang yang tidak mengasihi isterinya sesungguhnya menyakiti dirinya sendiri. Demikianlah relasi antara Kristus dengan jemaatNya, yaitu relasi yang sangat dekat karena umatNya dikatakan sebagai tubuhNya (Efesus 5:30), hal ini berarti bahwa umat Kristus adalah merupakan bagian dari tubuh Kristus.
Didalam Efesus 5:31 dimana kebenaran ini sama seperti yang dinyatakan dalam Kejadian 2:24, yaitu bahwa laki – laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Dari ayat ini terlihat bahwa kedua insan (manusia laki – laki dan manusia perempuan) menjadi “satu daging”.
Dari penjabaran beberapa ayat diatas terlihat bahwa hubungan pernikahan dilambangkan seperti relasi antara Kristus dengan umatNya. Hal tersebut berarti bahwa relasi antara manusia dan Kristus mempunyai pengaruh yang berdampak pada pernikahan. Hubungan pernikahan yang baik dapat terjadi dan terpelihara dengan baik hanya oleh mereka yang berada dalam suatu hubungan yang benar dengan Kristus.

B.I. Pandangan Yesus dan Rasul Paulus Tentang Pernikahan
Pendekatan Perjanjian Baru terhadap pernikahan merupakan bagian penting dalam kontribusinya pada etika sosial. Ajarannya mencakup beberapa ucapan Yesus dan Paulus yang akan dijabarkan sebagai berikut:
·         Pandangan Yesus
Meskipun diketahui bahwa Yesus sendiri tidak menikah, namun tidak terbukti bahwa Dia menganjurkan agar para muridNya tidak menikah atau hidup membujang. Jika kita melihat dalam Matius 19:12 nampaknya Yesus memuji mereka yang tidak menikah demi kepentingan Kerajaan Surga, namun jika ayat tersebut diperiksa lebih lagi dapat ditarik kesimpulan bahwa ucapan tersebut dapat dimengerti dalam kerangka ajaran Yesus mengenahi pernikahan dan perceraian.
Penjelasan yang lebih masuk akal adalah bahwa Yesus mengharapkan agar beberapa orang rela untuk tidak menikah demi tugas Kristennya. Disamping itu dalam Lukas 18:29 juga nampaknya ada pujian bagi yang meninggalkan saudara – saudaranya, termasuk isterinya demi pekabaran Injil. Namun hal ini perlu dimengerti bahwa ini bukanlah suatu petunjuk umum karena jika hal ini dibuat sebagai petunjuk umum, maka akan bubar kehidupan pernikahan. Yesus jelas tidak mendukung hal ini. demi tugas penginjilan, ikatan pernikahan dapat terputus untuk sementara waktu, tetapi Yesus tetaplah mendukung kesucian pernikahan.
Yesus menegaskan lebih lanjut tentang pernikahan yang mantap dengan melukiskan diriNya sebagai mempelai laki – laki (Matius 25:1-13, Markus 2:19, Matius 22:1-4). Disamping itu, Dia juga memberkati pernikahan di Kana (Yohanes 2:2-11). Dari beberapa pernyataan Yesus terlihat bahwa Yesus mendukung adanya pernikahan.
  • Pandangan Rasul Paulus
Meskipun Paulus memilih hidup membujang serta mengajak orang lain untuk mengikutinya (1 Kor 7:8), ini tidak bebarti bahwa dia melarang seseorang untuk menikah. Nasehatnya bagi para lajang untuk “tetap dalam keadaannya yang lajang” harus dilihat dari latar belakang keyakinannya bahwa akhir zaman akan segera datang (1 Kor 7:25, dst). Nasehat ini bukanlah sebuah perintah (1 Kor 7:40) sehingga tidak dapat didasarkan sebagai patokan umum.
Dalam ajaran paulus mengenahi pernikahan adalah untuk memecahkan masalah kesendirian yang dipandang tidak baik karena hidup dalam kesendirian mampu membawa kedalam bahaya percabulan (1 Kor 7:2), oleh sebab itu Paulus menasehatkan baiklah setiap laki – laki mempunyai isterinya sendiri dan seorang perempuan mempunyai suaminya sendiri dan hendaklah kedua – duanya saling memenuhi kewajibanya (1 Kor 7:2-3). Lebih jelasnya lagi dalam 1 Kor 7:9, yaitu lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu.

B.II. Etika Kristen Dalam Pernikahan
·         Pernikahan adalah Perjanjian dan Persekutuan Hidup
Pengajaran Alkitab mengenai pernikahan menyebutkan bahwa pernikahan adalah berarti pasangan, suatu ikat janji antara dua orang. Ini adalah suatu persetujuan yang secara bebas masuk ketika seseorang memberikan dirinya kepada pasangannya. Dalam pernikahan, terjadi persatuan jiwa dengan jiwa, tubuh dengan tubuh. Didalam 1 Korintus 11:11-12 dikatakan bahwa di dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan dan segala sesuatu berasal dari Allah. Dari ayat tersebut terlihat jelas bahwa Tidak ada pasangan yang bebas terhadap yang lain, mereka saling memerlukan. Tiap jenis kelamin mempunyai penghargaan yang sama dan mempunyai nilai yang unik di hadapan Allah. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus (Galatia 3:28).
Didalam pernikahan, harus ada perasaan yang menyatu baik dalam berfikir dan bertindak. Seseorang yang sudah dipersatukan dalam pernikahan adalah menjadi satu tubuh tidak ada keterpisahan lagi (Efesus 5:28-31), mereka tidak memiliki diri mereka sendiri tetapi diri mereka adalah milik pasangan mereka dan mereka saling memiliki.
Paulus juga mengungkapkan tentang persekutuan hidup didalam pasangan pernikahan yang telah dinyatakan dalam 1 Kor 6:16-17, yaitu: satu tubuh (one body): hubungan seksual (a close union): satu daging (one flesh): kesatuan perkawinan (a closer union), satu roh (one spirit): kesatuan dengan Kristus (a closest union). Allah menyatakan tujuan untuk suami dan isteri adalah menjadi satu dalam semua area kehidupan persekutuan mereka, baik secara intelektual, secara emosional, maupun secara jasmani. Persekutuan ini dirancang Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri.
·         Pernikahan Merupakan Suatu Komitmen Sepanjang Hidup Tetapi Tidak Bersifat Kekal.
Yesus mengatakan bahwa; “apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia” (Matius 19:6) maksudnya adalah bahwa pernikahan yang sudah sah mengandung sebuah komitmen sepanjang hidup, tidak boleh ada perceraian. Hal ini juga dikatakan Paulus didalam Roma 7:2; “sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya, selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu”. Jadi jika salah satu dari pasangan mereka ada yang mati, barulah seseorang terbebas dari ikatan pernikahan dan dapat menikah lagi atau tetap hidup dalam kondisinya yang demikian.
Walaupun pernikahan merupakan suatu komitmen sepanjang hidup dihadapan Allah, tetapi komitmen kebersatuan manusia laki – laki dan perempuan didalam pernikahan tidak sampai kepada kekekalan. Yesus menjelaskan dalam Matius 22:30; “karena pada waktu kebangkitan, orang tidak kawin dan dikawinkan, melainkan hidup seperti malaikat di sorga”. Dari ayat tersebut jelas bahwa di kehidupan kekal tidak ada pernikahan.




KESIMPULAN

Perjanjian Baru (PB) menyatakan bahwa sesungguhnya hidup dalam pernikahan merupakan karunia Allah karena dalam kehidupan pernikahan mempunyai hubungan dengan kemulyaan Allah (1 Kor 7:7, Matius 19:12, dan 1 Timotius 4:1-5). Dari kitab Perjanjian Baru terlihat dua hal yang sangat menonjol mengenahi pernikahan, yaitu bahwa pernikahan merupakan hubungan yang suci dan merupakan lambang relasi antara Kristus dengan umatNya.
Didalam pernikahan ada unsur yang sangat penting yang harus dimiliki oleh suami atau isteri, yaitu adanya sikap kerendahan hati (Efesus 5:21, Filipi 2:3) dimana Yesus sendiri telah memberikan suatu teladan kerendahan hati. Mengenahi para isteri, Rasul Paulus berkata supaya isteri – isteri tunduk kepada suaminya (Efesus 5:22-24) dan mengenahi suami dinasehatkan supaya mengasihi isterinya (Efesus 5:25-27, Efesus 5;28-29).
Secara praktis terlihat jelas bahwa pernikahan adalah perjanjian dan persekutuan hidup. Pengajaran Alkitab mengenai pernikahan menyebutkan bahwa pernikahan adalah berarti pasangan, suatu ikatan janji antara dua orang dihadapan Tuhan didalamnya terjadi suatu persatuan jiwa dengan jiwa dan tubuh dengan tubuh, tidak ada pasangan yang bebas terhadap yang lain, mereka saling memerlukan, mereka tidak memiliki diri mereka sendiri tetapi diri mereka adalah milik pasangan mereka dan mereka saling memiliki.
Disamping itu, pernikahan merupakan suatu komitmen sepanjang hidup tetapi tidak bersifat kekal. Yesus mengatakan bahwa; “apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia” (Matius 19:6) maksudnya adalah bahwa pernikahan yang sudah sah mengandung sebuah komitmen sepanjang hidup, tidak boleh ada perceraian. Namun disisi lain walaupun pernikahan merupakan suatu komitmen sepanjang hidup dihadapan Allah, tetapi komitmen kebersatuan manusia laki – laki dan perempuan didalam pernikahan tidak sampai kepada kekekalan. Yesus menjelaskan dalam Matius 22:30; “karena pada waktu kebangkitan, orang tidak kawin dan dikawinkan, melainkan hidup seperti malaikat di sorga”. Dari ayat tersebut jelas bahwa di kehidupan kekal tidak ada pernikahan.

BIBLIOGRAFI

Clulow C. Women, Men & marriage. Northvale: Jason Aronson, 1955.

Ensiklopedi Alkitab Masa Kini 2. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 2011.

EPP, Theodore H. Pernikahan, Perceraian, dan Pernikahan Kembali. Jakarta Barat: Mimery Press

Geisler, Norman L. Etika Kristen. Malang: SAAT, 2000.

Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 3. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.

Setiadi, Hanan S, Sem Purwadisastra. Peran & Kedudukan Pernikahan. Jakarta: Badan Penelitian & Pengembangan Persekutuan Gereja – Gereja di Indonesia, 1986.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar