PERNIKAHAN
MENURUT IMAN KRISTEN
Oleh
Astri Kristiani
PENDAHULUAN
Pernikahan
adalah unit masyarakat yang paling dasar dan mempengaruhi seluruh tata
kehidupan manusia. Apabila pernikahan – pernikahan yang ada di seluruh dunia
ini berfungsi dengan baik, maka gereja, negara, dan bangsa, bahkan dunia juga akan berfungsi
dengan baik pula. Namun nampaknya tidak semua pasangan – pasangan menikah mengerti
benar apakah pernikahan itu dan bagaimana menghidupi pernikahan yang sesuai
dengan kehendak Tuhan. Banyak pasangan – pasangan yang menikah akhirnya
mengalami perjalanan pernikahan yang tidak harmonis, bahkan sampai berujung
pada perceraian.
Perlu
disadari bahwa sesungguhnya yang membentuk sebuah pernikahan adalah Allah.
Tuhan mempersatukan manusia laki – laki dan perempuan untuk kepentingan manusia
itu sendiri. Oleh karena pernikahan dibentuk oleh Allah, maka didalam
pernikahan tersebut terdapat sifat kekudusan. Disamping itu, karena pernikahan
dibentuk oleh Allah, maka pernikahan didasarkan pada peraturan Allah yang suci.
Jika manusia melanggar peraturan – peraturan Allah dalam hal pernikahan, maka
sesungguhnya manusia merusak kesucian pernikahan yang telah dibentuk Allah
sendiri.
Mengingat
bahwa pernikahan adalah salah satu hal yang sangat penting karena mempengaruhi
kehidupan manusia, maka penting pula untuk mengetahui bagaimana pandangan
Alkitab mengenahi pernikahan. Pada paper ini akan dibahas mengenahi pandangan
Alkitab terhadap pernikahan, secara khusus dilihat dari perspektif Perjanjian
Baru (PB).
ISI
A.
Pengertian
Pernikahan
Ada beberapa pengertian mengenahi
pernikahan adalah sebagai berikut:
· Pernikahan
adalah karunia, sehingga suami dan isteri dapat saling menghibur dan saling
menolong satu dengan lain, hidup setia bersama dalam kekurangan dan kekayaaan,
dalam suka dan duka. Ia adalah karunia, sehingga dengan kesenangan dan
kelembuatan mereka dapat saling mengenal dalam kasih, dan melalui hubungan
tubuh mereka dapatmenguatkan hati dan hidup mereka. Ia adalah karunia, sehingga
dapat mempunyai anak – anak dan diberkati dalam membesarkan mereka.
· Pernikahan
adalah suatu komitmen kekal antara seorang laki – laki dan seorang perempuan
yang melibatkan hak – hak seksual secara timbal balik.
· Pernikahan
adalah tahap kehidupan, yg dalamnya laki-laki dan perempuan boleh hidup
bersama-sama dan menikmati seksual secara sah.
· Pernikahan
adalah suatu hubungan yang halus dan kudus antara manusia laki – laki dan
manusia perempuan dalam kehidupannya.
· Pernikahan
adalah persekutuan hidup yang total, eksklusif, dan terus menerus. Ia
menyangkut keseluruhan hidup antara suami dan isteri, saling melayani dan
mengampuni, memikul beban bersama, juga dalam mengabdi dan berbakti kepada
Tuhan.
Dari pengertian tentang perkawinan
diatas bisa dirangkum secara sederhana bahwa sesungguhnya pernikahan adalah
karya dan anugrah Allah kepada manusia, yaitu dipersatuankannya antara manusia
laki – laki dan manusia perempuan seumur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia itu sendiri supaya melalui hidup manusia, Tuhan dipermuliakan.
B.
Pandangan
Perjanjian Baru Mengenahi Pernikahan
Dalam Perjanjian Baru, yaitu dalam 1
Korintus 7 dinyatakan bahwa sesungguhnya hidup dalam pernikahan atau hidup
membujang (selibat) sama – sama merupakan karunia Allah selama dalam kehidupan
itu mempunyai hubungan dengan kemulyaan Allah (1 Kor 7:7, Matius 19:12, dan 1
Timotius 4:1-5). Peraturan pernikahan sangat dijunjung tinggi bagi orang
percaya (Kis 5;1, 18:26, Roma 16:3, 1 Korintus 14:35, Kolose 3:18), juga
pelayanan (1 Timotius 3:2, 11, 5:9), juga rasul (1 Korintus 9:5).
Dari kitab Perjanjian Baru terlihat dua
hal yang sangat menonjol mengenahi pernikahan, yaitu sebagai berikut:
- Hubungan
yang suci
Didalam Ibrani 13:4 dikatakan bahwa
hendaklah kita semua menaruh penuh hormat terhadap perkawinan dan jangan
mencemarkan tempat tidur (dengan melakukan persundalan atau perzinahan), karena
yang berbuat demikian akan dihakimi Allah. dari ayat ini terlihat jelas Allah
menerangkan pernikahan adalah suatu hubungan yang terhormat dan layak untuk
dihormati.
Allah membentuk sebuah pernikahan untuk
menekan pencobaan, yaitu menghindar dari dosa, secara khusus dosa percabulan
atau perzinahan yang berakibat tidak baik dan untuk mendukung adanya ketertiban
sosial, sehingga melalui pernikahan, maka akan terwujud kehidupan yang kudus,
damai, dan sejahtera (1 Kor 7:2).
- Lambang
Relasi Antara Kristus dengan UmatNya
Persekutuan dalam pernikahan antara
suami dan isteri merupakan lambang dan hubungan antara Kristus dan umatNya.
UmatNya adalah orang – orang yang sudah percaya kepada Yesus Kristus sebagai
juruselamat pribadi mereka. Surat Efesus pasal 5 menyatakan bahwa hubungan
pernikahan antara suami dan isteri adalah sebuah gambaran tentang hubungan Kristus
dengan umatNya.
Didalam pernikahan ada unsur yang sangat
penting yang harus dimiliki oleh suami atau isteri, yaitu adanya sikap
kerendahan hati (Efesus 5:21, Filipi 2:3). Yesus telah memberikan suatu teladan
hidup tentang kerendahan hati, dimana dia yang merupakan Allah mau menanggalkan
ke-AllahanNya dan mengambil rupa seorang hamba dan sama dengan manusia, semua
hal tersebut dilakukanNya karena kasihNya kepada umat manusia (Filipi 2:1-11).
Demikianlah suami dan istri harus hidup saling rendah hati untuk menunjukan
kasih kepada pasangan mereka.
Mengenahi para isteri, Rasul Paulus
berkata: “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami
adalah kepala isteri seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang
menyelamatkan tubuh. Karena itu sebagaiman jemaat tunduk kepada Kristus,
demikianlah juga isteri kepada suami dalam segala sesuatu” (Efesus 5:22-24).
Mengenahi suami, Rasul Paulus berkata:
“Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan
telah menyerahkan diriNya baginya untuk menguduskannya, sesudah Ia
menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman supaya dengan demikian
Ia menempatkan jemaat dihadapan diriNya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut
yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela” (Efesus
5:25-27). Selanjutnya Paulus berkata: “Demikianlah juga suami harus mengasihi
isterinya sama seperti tubuhnya sendiri, siapa mengasihi isterinya mengasihi
diri sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi
mengasuhnya dan merawatnya sama seperti Kristus terhadap jemaat” (Efesus
5;28-29).
Dalam Efesus 5 menunjukkan bahwa orang
harus selalu dekat dengan pasangan nikahnya sebagaimana ia dekat dengan anggota
tubuhnya sendiri. Seorang suami harus mengasihi isterinya sebagaiman ia
mengasihi tubuhnya sendiri, seseorang yang tidak mengasihi isterinya
sesungguhnya menyakiti dirinya sendiri. Demikianlah relasi antara Kristus
dengan jemaatNya, yaitu relasi yang sangat dekat karena umatNya dikatakan
sebagai tubuhNya (Efesus 5:30), hal ini berarti bahwa umat Kristus adalah
merupakan bagian dari tubuh Kristus.
Didalam Efesus 5:31 dimana kebenaran ini
sama seperti yang dinyatakan dalam Kejadian 2:24, yaitu bahwa laki – laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
itu menjadi satu daging. Dari ayat ini terlihat bahwa kedua insan (manusia laki
– laki dan manusia perempuan) menjadi “satu daging”.
Dari penjabaran beberapa ayat diatas
terlihat bahwa hubungan pernikahan dilambangkan seperti relasi antara Kristus
dengan umatNya. Hal tersebut berarti bahwa relasi antara manusia dan Kristus
mempunyai pengaruh yang berdampak pada pernikahan. Hubungan pernikahan yang
baik dapat terjadi dan terpelihara dengan baik hanya oleh mereka yang berada
dalam suatu hubungan yang benar dengan Kristus.
B.I. Pandangan Yesus dan
Rasul Paulus Tentang Pernikahan
Pendekatan
Perjanjian Baru terhadap pernikahan merupakan bagian penting dalam
kontribusinya pada etika sosial. Ajarannya mencakup beberapa ucapan Yesus dan
Paulus yang akan dijabarkan sebagai berikut:
·
Pandangan Yesus
Meskipun diketahui bahwa Yesus sendiri
tidak menikah, namun tidak terbukti bahwa Dia menganjurkan agar para muridNya
tidak menikah atau hidup membujang. Jika kita melihat dalam Matius 19:12
nampaknya Yesus memuji mereka yang tidak menikah demi kepentingan Kerajaan
Surga, namun jika ayat tersebut diperiksa lebih lagi dapat ditarik kesimpulan
bahwa ucapan tersebut dapat dimengerti dalam kerangka ajaran Yesus mengenahi
pernikahan dan perceraian.
Penjelasan yang lebih masuk akal adalah
bahwa Yesus mengharapkan agar beberapa orang rela untuk tidak menikah demi
tugas Kristennya. Disamping itu dalam Lukas 18:29 juga nampaknya ada pujian
bagi yang meninggalkan saudara – saudaranya, termasuk isterinya demi pekabaran
Injil. Namun hal ini perlu dimengerti bahwa ini bukanlah suatu petunjuk umum
karena jika hal ini dibuat sebagai petunjuk umum, maka akan bubar kehidupan
pernikahan. Yesus jelas tidak mendukung hal ini. demi tugas penginjilan, ikatan
pernikahan dapat terputus untuk sementara waktu, tetapi Yesus tetaplah
mendukung kesucian pernikahan.
Yesus menegaskan lebih lanjut tentang
pernikahan yang mantap dengan melukiskan diriNya sebagai mempelai laki – laki
(Matius 25:1-13, Markus 2:19, Matius 22:1-4). Disamping itu, Dia juga
memberkati pernikahan di Kana (Yohanes 2:2-11). Dari beberapa pernyataan Yesus
terlihat bahwa Yesus mendukung adanya pernikahan.
- Pandangan
Rasul Paulus
Meskipun Paulus memilih hidup membujang
serta mengajak orang lain untuk mengikutinya (1 Kor 7:8), ini tidak bebarti
bahwa dia melarang seseorang untuk menikah. Nasehatnya bagi para lajang untuk
“tetap dalam keadaannya yang lajang” harus dilihat dari latar belakang
keyakinannya bahwa akhir zaman akan segera datang (1 Kor 7:25, dst). Nasehat
ini bukanlah sebuah perintah (1 Kor 7:40) sehingga tidak dapat didasarkan
sebagai patokan umum.
Dalam ajaran paulus mengenahi pernikahan
adalah untuk memecahkan masalah kesendirian yang dipandang tidak baik karena
hidup dalam kesendirian mampu membawa kedalam bahaya percabulan (1 Kor 7:2),
oleh sebab itu Paulus menasehatkan baiklah setiap laki – laki mempunyai
isterinya sendiri dan seorang perempuan mempunyai suaminya sendiri dan
hendaklah kedua – duanya saling memenuhi kewajibanya (1 Kor 7:2-3). Lebih
jelasnya lagi dalam 1 Kor 7:9, yaitu lebih baik kawin dari pada hangus karena
hawa nafsu.
B.II. Etika Kristen
Dalam Pernikahan
·
Pernikahan
adalah Perjanjian dan Persekutuan Hidup
Pengajaran Alkitab mengenai pernikahan menyebutkan
bahwa pernikahan adalah berarti pasangan, suatu ikat janji antara dua orang.
Ini adalah suatu persetujuan yang secara bebas masuk ketika seseorang
memberikan dirinya kepada pasangannya. Dalam pernikahan, terjadi persatuan jiwa
dengan jiwa, tubuh dengan tubuh. Didalam 1 Korintus 11:11-12 dikatakan bahwa di dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa
laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan
berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan dan
segala sesuatu berasal dari Allah. Dari ayat tersebut terlihat jelas bahwa Tidak ada pasangan yang
bebas terhadap yang lain, mereka saling memerlukan. Tiap jenis kelamin mempunyai
penghargaan yang sama dan mempunyai nilai yang unik di hadapan Allah. Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau
orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau
perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus (Galatia 3:28).
Didalam pernikahan, harus
ada perasaan yang menyatu baik dalam berfikir dan bertindak. Seseorang yang
sudah dipersatukan dalam pernikahan adalah menjadi satu tubuh tidak ada
keterpisahan lagi (Efesus 5:28-31), mereka tidak memiliki diri mereka sendiri
tetapi diri mereka adalah milik pasangan mereka dan mereka saling memiliki.
Paulus juga mengungkapkan
tentang persekutuan hidup didalam pasangan pernikahan yang telah dinyatakan
dalam 1 Kor 6:16-17, yaitu: satu tubuh (one body): hubungan seksual (a close
union): satu daging (one flesh): kesatuan perkawinan (a closer union), satu roh
(one spirit): kesatuan dengan Kristus (a closest union). Allah menyatakan
tujuan untuk suami dan isteri adalah menjadi satu dalam semua area kehidupan
persekutuan mereka, baik secara intelektual, secara emosional, maupun secara
jasmani. Persekutuan ini dirancang Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia itu
sendiri.
·
Pernikahan
Merupakan Suatu Komitmen Sepanjang Hidup Tetapi Tidak Bersifat Kekal.
Yesus mengatakan bahwa; “apa yang sudah
dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia” (Matius 19:6)
maksudnya adalah bahwa pernikahan yang sudah sah mengandung sebuah komitmen
sepanjang hidup, tidak boleh ada perceraian. Hal ini juga dikatakan Paulus
didalam Roma 7:2; “sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya,
selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya mati, bebaslah ia dari
hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu”. Jadi jika salah satu dari pasangan
mereka ada yang mati, barulah seseorang terbebas dari ikatan pernikahan dan
dapat menikah lagi atau tetap hidup dalam kondisinya yang demikian.
Walaupun pernikahan merupakan suatu
komitmen sepanjang hidup dihadapan Allah, tetapi komitmen kebersatuan manusia
laki – laki dan perempuan didalam pernikahan tidak sampai kepada kekekalan.
Yesus menjelaskan dalam Matius 22:30; “karena pada waktu kebangkitan, orang
tidak kawin dan dikawinkan, melainkan hidup seperti malaikat di sorga”. Dari
ayat tersebut jelas bahwa di kehidupan kekal tidak ada pernikahan.
KESIMPULAN
Perjanjian
Baru (PB) menyatakan bahwa sesungguhnya hidup dalam pernikahan merupakan
karunia Allah karena dalam kehidupan pernikahan mempunyai hubungan dengan
kemulyaan Allah (1 Kor 7:7, Matius 19:12, dan 1 Timotius 4:1-5). Dari kitab
Perjanjian Baru terlihat dua hal yang sangat menonjol mengenahi pernikahan,
yaitu bahwa pernikahan merupakan hubungan yang suci dan merupakan lambang
relasi antara Kristus dengan umatNya.
Didalam
pernikahan ada unsur yang sangat penting yang harus dimiliki oleh suami atau
isteri, yaitu adanya sikap kerendahan hati (Efesus 5:21, Filipi 2:3) dimana
Yesus sendiri telah memberikan suatu teladan kerendahan hati. Mengenahi para
isteri, Rasul Paulus berkata supaya isteri – isteri tunduk kepada suaminya (Efesus
5:22-24) dan mengenahi suami dinasehatkan supaya mengasihi isterinya (Efesus
5:25-27, Efesus 5;28-29).
Secara
praktis terlihat jelas bahwa pernikahan adalah perjanjian dan persekutuan hidup.
Pengajaran
Alkitab mengenai pernikahan menyebutkan bahwa pernikahan adalah berarti
pasangan, suatu ikatan janji antara dua orang dihadapan Tuhan didalamnya
terjadi suatu persatuan jiwa dengan jiwa dan tubuh dengan tubuh, tidak ada
pasangan yang bebas terhadap yang lain, mereka saling memerlukan, mereka tidak memiliki diri mereka sendiri
tetapi diri mereka adalah milik pasangan mereka dan mereka saling memiliki.
Disamping
itu, pernikahan merupakan suatu komitmen sepanjang hidup tetapi tidak bersifat
kekal. Yesus mengatakan bahwa; “apa yang sudah dipersatukan oleh Allah, tidak
boleh diceraikan oleh manusia” (Matius 19:6) maksudnya adalah bahwa pernikahan
yang sudah sah mengandung sebuah komitmen sepanjang hidup, tidak boleh ada
perceraian. Namun disisi lain walaupun pernikahan merupakan suatu komitmen
sepanjang hidup dihadapan Allah, tetapi komitmen kebersatuan manusia laki –
laki dan perempuan didalam pernikahan tidak sampai kepada kekekalan. Yesus
menjelaskan dalam Matius 22:30; “karena pada waktu kebangkitan, orang tidak
kawin dan dikawinkan, melainkan hidup seperti malaikat di sorga”. Dari ayat
tersebut jelas bahwa di kehidupan kekal tidak ada pernikahan.
BIBLIOGRAFI
Clulow C. Women, Men & marriage. Northvale: Jason Aronson, 1955.
Ensiklopedi
Alkitab Masa Kini 2. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih, 2011.
EPP, Theodore H. Pernikahan, Perceraian, dan Pernikahan Kembali. Jakarta Barat:
Mimery Press
Geisler, Norman L. Etika Kristen. Malang: SAAT, 2000.
Guthrie, Donald. Teologi Perjanjian Baru 3. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.
Setiadi, Hanan S, Sem Purwadisastra. Peran & Kedudukan Pernikahan. Jakarta:
Badan Penelitian & Pengembangan Persekutuan Gereja – Gereja di Indonesia,
1986.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar