Arti & Makna "Diserahkan Pada Iblis"
(Tafsiran 1 Korintus 5:5)
By: Astri Kristiani
By: Astri Kristiani
BAB
I
PENDAHULUAN
Tidak jarang dijumpai ayat – ayat Alkitab yang sulit
untuk dipahami dan tidak bisa dipahami dengan jelas secara harfiah. Baik dalam
Perjanjian Baru maupun dalam Perjanjian Lama muncul banyak ayat - ayat yang
sulit dimengerti. Ayat – ayat yang sulit dimengerti tersebut memerlukan
penafsiran yang mendalam dan teliti agar mendapatkan arti dan makna yang benar
dan tidak menyimpang dari maksud penulisan ayat Firman Tuhan.
Kalimat dalam 1 Korintus 5:5, yang berbunyi bahwa “Orang itu harus diserahkan dalam nama Tuhan
Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada
hari Tuhan“ ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus sebagai
salah satu isi dari surat penggembalaan. Dalam ayat 1 Korintus 5:5 tersebut
adalah merupakan salah satu ayat yang sulit dimengerti dan menimbulkan banyak
pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari ayat tersebut terangkum sebagai
berikut:
·
Apa sebenarnya arti dan makna dari
"diserahkan kepada lblis"?
·
Mengapa Rasul Paulus ingin menyerahkan
seseorang kepada Iblis?
·
Apakah tidak ada tempat untuk teguran
dan pengampunan terhadap dosa dari jemaat gereja?
·
Apa maksud istilah "sehingga binasa
tubuhnya'' ?
·
Bagaimana mungkin seseorang yang
diserahkan pada iblis dapat menjadi sarana menuju "keselamatan rohnya''?
Dalam
paper ini akan menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebut, yaitu menjelaskan
arti dan makna dari ayat 1 Korintus 5:5 dalam sebuah uraian yang sederhana dan
kemudian dari arti dan makna yang didapatkan akan ditarik kedalam relevansinya
pada gereja masa kini.
BAB
II
ISI
A.
Latar
Belakang
Kemegahan dan kekayaan duniawi adalah
sebuah tantangan berat bagi manusia untuk tetap bisa hidup didalam kesucian.
Kekayaan dan kemegahan duniawi membawa
manusia tenggelam dalam dunia gelap yang gemerlap seoalah – olah ada dalam
keindahan yang luar biasa, tetapi sesungguhnya ada dalam jurang kebinasaan yang
mengerikan. Korintus adalah sebuah kota Yunani kuno yang dibangun kembali
sebagai jajahan Roma pada tahun 46 SM,[1]
kota ini sangat kaya dan penuh dengan kemegahan. Menjadi pusat perdagangan
karena letaknya yang sangat strategis, yaitu diantara ada diantara Pelabuhan
Kengkrea dan Likaionia[2],
namun ternyata kekayaan dan kemegahan di Korintus membawa kota ini dalam
kondisi yang memprihatinkan karena mempunyai nama yang sangat buruk diakibatkan
oleh adanya banyak kejahatan yang terjadi didalam kota ini.[3]
Ada yang layak disyukuri karena Allah
membawa hambaNya, Rasul Paulus untuk memberitakan Injil di kota Korintus pada
perjalanan misinya yang ke dua. Perjalanan Paulus bermisi ke Korintus tidak sia
– sia, dari perjalanan misinya terbentuklah sebuah jemaat Kristus (Kisah Para
Rasul 18:1-17). Banyak orang Korintus yang akhirnya terjangkau Injil, mulai
dari kalangan orang – orang yang sederhana sampai pada kalangan orang – orang
yang cukup berada. Setelah Paulus membentuk jemaat di Korintus, dia tidak
menetap untuk menggembalakan mereka secara langsung karena Paulus harus
meneruskan perjalanan misi yang selanjutnya.
Walaupun demikian, Paulus tidak meninggalkan jemaat bentukannya tersebut
begitu saja, dia menggembalakannya jarak jauh dengan mengirimkan surat – surat
penggembalaan berdasarkan kabar – kabar yang dia terima mengenahi kondisi
jemaat tersebut dari orang – orang yang mengunjungi dia.
Pada 1 Korintus 5 ini merupakan salah
satu surat penggembalaan Paulus kepada jemaat Korintus. Dimana didalam bagian
surat ini nampak bahwa ada sebuah dosa yang terjadi didalam tubuh jemaat yang
sedang ditegur Paulus, dosa tersebut adalah dosa perzinahan. Paulus memberikan
nasehat yang begitu keras kepada jemaat di Korintus berhubungan dengan dosa
yang telah terjadi. Paulus menasehatkan bagaimana seharusnya mereka bersikap
terhadap dosa – dosa yang muncul didalam tubuh jemaat. Salah satu nasehat
Paulus yang sangat tegas ditunjukkan pada ayat yang ke 5, yaitu Paulus
mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa tersebut (yang berzinah) harus
diserahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar
rohnya diselamatkan pada hari Tuhan.
B.
Tafsiran
1 Korintus 5:5
Kalimat
dalam ayat 1 Korintus 5:5 yang mengatakan bahwa; “Orang itu harus diserahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis,
sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan.“ adalah
sebuah ayat yang tidak bisa ditafsirkan secara tersendiri tanpa melihat ayat –
ayat yang sebelumnya. Satu ayat dalam 1 Korintus 5:5 akan nampak jelas arti dan
makna yang sesungguhnya jika dibaca secara lengkap mulai dari ayat 1 sampai
dengan ayat yang ke 13. Dalam bagian ini berisikan tentang teguran Paulus
terhadap dosa yang ada di dalam jemaat Korintus, secara khusus dosa perzinahan.
Dalam
1 Korintus 5:5 ini merupakan Inti dari nasehat Rasul Paulus yang sangat
keras. Kata, “Harus kita serahkan .. kepada iblis” kemungkinan yang
dimaksudkan ialah menyerahkan orang itu kepada dunia yang adalah milik Iblis.
Dunia digambarkan sebagai hal – hal yang merupakan sesuatu “diluar” Allah, yang
dikuasai oleh si jahat atau iblis (1 Yohanes 5:19). Kata “Binasa tubuhnya” telah dipahami
dalam arti moral sebagai pemusnahan keinginan-keinginan daging.[4]
“Binasa” adalah kata yang
terlalu keras untuk maksud ini, sekalipun hal tersebut dengan tujuan memulihkan
karena dalam beberapa teks menunjukkan bahwa mungkin lebih baik untuk melihat
bahwa yang dimaksudkan di sini adalah hukuman jasmaniah yang merupakan akibat
dari dosa yang terus-menerus, bagaimana diajarkan dalam Perjanjian Baru, bukan
hanya di dalam surat ini, melainkan juga pada bagian lain (1 Korintus 11:30, 1
Korintus 5:16,17).
Pasal
5 ini membahas mengenahi suatu dosa perzinahan yang terjadi didalam jemaat. Ada
salah satu anggota jemaat yang jatuh dalam dosa tersebut, namun orang-orang
percaya disana bukannya sedih melihat peristiwa itu dan menegur orang yang
sedang jatuh didalam dosa tersebut, tetapi mereka malah berpuas diri dengan
mendiamkan hal itu, bahkan mereka mungkin bangga akan kebebasan mereka (1
Korintus 6:12). Pada bagian ini Paulus menyatakan sikapnya yang tegas atas hal
itu (ayat 3 s/d 5), dia menghimbau agar jemaat memberlakukan suatu sikap yang
disiplin didalam kehidupan bergereja (ayat 6-8).
Menjaga
kesucian dan kemurnian didalam gereja adalah hal yang harus dilakukan oleh
jemaat Kristus. Jemaat Kristus mempunyai standard moral yang tinggi sebagai
sebuah kesaksian yang hidup bagi orang – orang yang belum percaya. Memang
jemaat Kristus adalah orang – orang yang sudah dalam ruang lingkup keselamatan
tidak perlu lagi mengusahakan keselamatan dengan kesucian hidup karen Jemaat
Kristus mementingkan aspek rohani, yaitu Iman yang ada dalam batin, yaitu
percaya kepada Kristus. Namun ada
standard moral yang harus dilakukan oleh umat percaya sehingga kehidupannya
mencerminkan kesucian Kristus dan menjadi kesaksian yang hidup bagi orang-orang
yang belum mengenal Allah.
Pada
ayat 1 Paulus mengungkapkan masalahnya dengan jelas di hadapan jemaat Korintus
yaitu adanya dosa percabulan, Yunani πορνεια - PORNEIA (kata darimana kita mendapatkan kata 'porno' atau
'pornografi'), yang berarti ada kenajisan seksual. Dari sudut pandang orang
Yahudi sendiri, hubungan semacam itu merupakan pelanggaran serius (lihat
Immamat 18:8 ), sedangkan hukum Roma sendiri (seperti dinyatakan dalam lembaga
Gaius) melarang praktek semacam ini, untuk itu dalam ayat 1 ini dituliskan
'tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah,
yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya. Didalam area orang –
orang yang tidak mengenal Kristus, yang bukan merupakan jemaat Kristus melarang
hal – hal mengenahi penyimpangan seksual, yaitu perzinahan, maka sudah sangat
jelas bahwa didalam jemaat Kristus juga sangat menentang hal tersebut. Hal
tersebut bukan karena hukum moral secara umum, melainkan karena memang tuntutan
sebagai orang – orang yang sudah diselamatkan adalah hidup kudus. Jika dosa
perzinahan tetap dibiarkan dalam jemaat maka hal semacam ini jelas akan merusak
struktur moral dari seluruh jemaat, juga kelangsungan kesaksian mereka kepada
orang-orang yang belum mengenal Allah.
Maka
kalimat “menyerahkan kepada Iblis” harus dipahami dalam pengertian kiasan, karena
seseorang yang benar-benar diserahkan kepada iblis (setan) akan binasa untuk
selamanya. Tetapi dalam 1 Koorintus 5:5 tidak digambarkan adanya akhir yang
membinasakan tetapi justru keselamatan. Hal ini berarti mengeluarkan orang yang
bersalah dari jemaat dan dikembalikan ke wilayah setan, yaitu di luar jemaat
atau dunia luar, dengan perkataan lain yang bersangkutan “dipisahkan dari
gereja”. Mengeluarkan seseorang dari gereja karena perbuatannya, sama artinya
dengan menyerahkan yang bersangkutan kepada setan. Alkitab berbicara tentang
adanya dua wilayah, kerajaan Allah dan dunia. Seluruh dunia berada di bawah
kuasa si jahat (1 Yohanes 5:19), jika seseorang dikembalikan ke dunia, tentu
saja ia dikembalikan di bawah kuasa setan. Dengan pengucilan seorang pelanggar
merupakan pemisahan dari umat Allah.
C.
Arti
dan Makna Diserahkan Kepada Iblis
C.1.
Dipisahkan dari Gereja
Arti
dipisahkan dari gereja adalah mengucilkan anggota jemaat dari persekutuan
gereja, yaitu jemaat yang jatuh kedalam dosa tidak boleh melakukan pelayanan
(terlibat dalam gereja), tidak boleh mengikuti sakramen perjamuan kudus, dan
bahkan tidak boleh mengikuti persekutuan – persekutuan ibadah. Sesungguhnya “dipisahkan dari gereja” mengacu
pada frasa yang berbunyi demikian, “Menyerahkan kepada setan, 'παραδουναι τω
σατανα - paradounai tô satana”, yang berarti mengeluarkan orang yang bersalah
dari jemaat dan dikembalikan ke wilayah setan, yaitu di luar jemaat atau dunia
luar, dengan perkataan lain yang bersangkutan “dikucilkan dari gereja”. Memisahkan
seseorang dari gereja karena perbuatannya, sama artinya dengan menyerahkan yang
bersangkutan kepada setan. Alkitab berbicara tentang adanya dua wilayah,
kerajaan Allah dan dunia. Seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat (1
Yohanes 5:19), jika seseorang dikembalikan ke dunia, tentu saja ia dikembalikan
di bawah kuasa setan.
Paulus
jelas menghendaki bahwa orang – orang yang jatuh didalam dosa haruslah
didisiplin dengan dipisahkan dari gereja dengan tujuan agar terjaga kekudusan
dan kemurnian gereja dan supaya dosa tersebut tidak menular kepada anggota
jemaat yang lain. Hal ini dapat dilihat bukan hanya pada ayat 2, melainkan juga
analogi dalam ayat 6-8, “...buanglah ragi yang lama itu...” dan dalam 1
Korintus 5;13, “Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari Demikian
tengah-tengah kamu”. Namun hakikat dari “pemisahan” ini mempunyai suatu tujuan
yang baik, yaitu dari kalimat “orang itu harus kita serahkan dalam nama Tuhan
Yesus kepada Iblis, agar tubuhnya binasa dan roh-nya akan diselamatkan” menunjukkan
bahwa tindakan pendisiplinan dengan cara memisahkan dari gereja mempunyai
tujuan yang baik, yaitu keselamatan. Maksud keselamatan adalah supaya orang
yang dipisahkan dari gereja, dia mengalami pertobatan, dan akhirnya dia juga
mengalami pemulihan. Dengan demikian tujuan pemisahan dari gereja itu adalah
"penghancuran cara hidup" pelanggar hukum itu, bukan berarti bahwa
orang yang sedang jatuh dalam dosa dibuang atau disingkirkan begitu saja dan
akhirnya terhilang selamanya.
C.2. Dihukum
Oleh Akibat Dosa
Maksud dari dihukum oleh akibat
dosa adalah bahwa anggota jemaat yang jatuh didalam dosa dikucilkan supaya cara
hidupnya yang lama dihancurkan. Penghancuran cara hidup yang lama untuk menuju
dalam cara hidup yang baru adalah sebuah proses yang menyakitkan dan inilah
yang dikatakan dihukum oleh akibat dosa. Jemaat gereja yang jatuh didalam dosa
melalui pemisahan dari gereja, yaitu pengucilan akan mengalami sebuah
pergumulan dimana dia sebelumnya hidup dalam persekutuan, kemudian dipisahkan
dari persekutuan maka dia akan merasakan penderitaan psikologis. Didalam diri setiap orang mempunyai beberapa kebutuhan yang esensial,
salah satunya adalah menjalin relasi dengan sesamanya. Menurut Laaser dalam bukunya “The Seven
Desires of Every Heart” setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk berelasi,
saling membangun dan meneguhkan, hal tersebut adalah menyehatkan dan
menumbuhkan kerohanian kita secara maksimal.[5] Jadi
dalam hal ini, jika seseorang dipisahkan dari persekutuan, maka dia akan
mengalami sebuah pergumulan dan penderitaan psikologis.
Dalam hubungannya dengan perkataan
Rasul paulus dalam 1 Korintus 5:5, menunjukkan sebuah pendisiplinan dengan
tujuan agar seseorang mengalami pertobatan dan berbalik kembali kepada
kehidupan yang benar. Jemaat yang jatuh dalam dosa yang dikucilkan tersebut
bisa merasakan sebuah “ketidak nyamanan” hidup dalam kondisi dipisahkan dengan
persekutuan yang indah yang telah dijalin sebelumnya. Dalam kondisi ini, tentu
saja ia yang awalnya telah merasakan kasih karunia Allah dan bisa hidup
berdampingan dengan saudara – saudara seiman, mengalami kasih Kristus dalam
persekutuan, menyaksikan kekuatan Roh Kudus yang mengubahkan dalam kehidupan
saudara-saudaranya seiman. Jika seseorang dipisahkan dari lingkungan tersebut,
maka tujuannya adalah agar dia menyadari akan immoralitasnya dan kemudian dia
bertobat serta mau kembali kepada persekutuan yang sebelumnya dengan hidup yang
baru.
Paulus, dalam suratnya menjatuhkan
hukuman (pendisiplinan) atas orang yang melakukan kejahatan atau dosa perzinahan
tersebut dengan suatu tujuan “agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan”.
kalimat tersebut menunjukkan bahwa ada sebuah pengungkapan harapan akan
pertobatan terjadi pada orang – orang yang dikenahi hukuman (pendisiplinan),
yaitu mereka yang dihukum berbalik kepada Tuhan dan diterima kembali dalam
komunitas kehidupan gereja (tujuan ini dipertegas pula dalam 2 Tesalonika 3:15
dan 2 Korintus 2:5-11).
Sebuah kesempatan terbuka bagi
orang yang telah jatuh didalam dosa untuk kembali kedalam komunitas kehidupan bergereja,
tetapi selama pendosa berkeras hati dan belum juga bertobat, maka ia harus
tetap dipisahkan dari komunitas guna mencegah terpengaruhnya anggota komunitas
yang lain dan agar ia menyadari serta menyesali keberdosaannya. Sebenarnya
maksud dari “dihukum oleh akibat dosanya”
sama-sekali tidak bermaksud menyiksa ataupun meng-eksekusi mati
pendosa-pendosa. Paulus juga tidak bermaksud membatasi belas kasihan, tetapi
justru karena belas kasihan ini jemaat yang jatuh didalam dosa harus
didisiplinkan dengan dipisahkan dari gereja, sehingga akibat dari dosa
dirasakan dan akan membawa orang tersebut bertobat.
D.
Relevansi
Masa Kini
Kondisi
jemaat di Korintus pada saat itu yang mengalami sebuah kejatuhan dimana anggota
jemaatnya ada yang terjatuh didalam dosa perzinahan tidak menutup kemungkinan
terjadi pada gereja masa kini, dan bahkan mungkin gereja – gereja masa kini
sedang mengalami hal yang demikian. Oleh sebab itu, surat ini masih sangat
relevan dalam konteks gereja masa kini. Kalimat dalam ayat 1 Korintus 5:5 yang
menunjuk pada sebuah tindakan konkrit yang harus dijalankan oleh gereja bagi
orang – orang yang jatuh kedalam dosa atau sedang dalam dosa. Gereja harus
mengadakan pendisiplinan bagi anggota gereja yang jatuh dalam dosa untuk
memelihara kemurnian gereja, untuk memelihara kekudusan gereja, dan agar dosa
yang ditimbulkan oleh seorang jemaat gereja tidak menular kepada jemaat yang
lain.
Gereja
harus dengan tegas menerapkan sebuah kedisiplinan, yaitu memberikan perhatian
khusus kepada anggota jemaat yang jatuh dalam dosa perzinahan dan memberikan
sebuah tindakan khusus baginya, yaitu mengucilkannya dari gereja. bagi anggota
jemaatnya karena gereja pada masa kini tidak lepas dari sebuh pergumulan dimana
jemaat – jemaatnya ada yang terjatuh dalam dosa, secara khusus dosa perzinahan.
Memang terkadang dosa perzinahan tidak nampak dipermukaan, namun jika pada saat
hal tersebut nampak, maka gereja mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan
prinsip Firman Tuhan dalam 1 Korintus 5:5. Kata “menyerahkan orang yang berdosa kepada iblis” dalam 1 Korintus 5:5
yang berarti adalah memisahkan orang yang berdosa tersebut dalam persekutuan
gereja merupakan sebuah prinsip dasar yang harus dilakukan gereja dalam
menghadapi orang – orang yang sedang jatuh didalam dosa.
Gereja
yang benar adalah gereja yang menerapkan hukum kasih yang membawa seseorang
semakin bertumbuh dalam kebenaran, bukan kasih yang membawa seseorang jauh dari
kebenaran. Memisahkan anggota jemaat yang sedang jatuh dalam dosa perzinahan
dari persekutuan gereja untuk sementara waktu sesungguhnya bukan merupakan
penghukuman, melainkan hal ini merupakan sebuah tindakan kasih. Dikatakan
sebagai tindakan kasih karena tujuan dari penerapan prinsip dalam 1 Korintus
5:5 ini adalah supaya orang yang jatuh didalam dosa perzinahan bertobat dan
kembali lagi menjalani kehidupan yang benar. Anggota jemaat yang jatuh kedalam
dosa perzinahan yang dipisahkan dari persekutuan gereja diharapkan akan
mengalami sebuah pergumulan perenungan atas tindakan – tindakannya yang salah,
sehingga dia berbalik kembali kepada gereja dimana dia bisa bersekutu dengan
saudara – saudara seimannya.
Gereja harus
menjadi sebuah kesaksian hidup yang baik bagi orang – orang yang ada dalam
tubuh gereja sendiri dan bagi orang – orang yang belum percaya. Menjaga
kesucian dan kemurnian didalam gereja adalah hal yang harus dilakukan oleh
jemaat Kristus. Jemaat Kristus mempunyai standard moral yang tinggi yang harus
dihidupi sebagai sebuah kesaksian yang hidup bagi orang – orang yang belum
percaya dan yang sudah percaya. Memang jemaat Kristus adalah orang – orang yang
sudah dalam ruang lingkup keselamatan dan tidak perlu lagi mengusahakan
keselamatan dengan kesucian hidup, namun ada standard moral yang harus
dilakukan oleh umat percaya sehingga kehidupannya mencerminkan kesucian Kristus
dan menjadi kesaksian yang hidup bagi orang-orang yang belum mengenal Allah.
[1] John. Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008), 335.
[2] M.E. Duyverman, Pembimbing Kedalam Perjanjian Baru,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 102.
[3] Ibid. John. Drane, 335.
[4]Charles F. Pfeiffer,
Everett F. Harrison, The Wycliffe Bible
Commentary, (Malang: Gandum Mas, 2008), 615.
[5] Mark, Debra Laaser. The Seven Desire of Every Heart.
(Yogyakarta: ANDI, 2010), 14.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar