Translate

Jumat, 21 Maret 2014

Kerajaan Seribu Tahun

KERAJAAN SERIBU TAHUN
By: Astri Kristiani

Pendahuluan
            Pemikiran tentang eskatologi memiliki berbagai bentuk yang berbeda dalam kelompok-kelompok yang berbeda. Dalam lingkungan Kristen, eskatologi menceritakan sehubungan dengan kedatangan Tuhan yang kedua kali. Berbagai pandangan serta penafsiran muncul untuk menjelaskan peristiwa yang akan terjadi pada akan datang.
            Hal kerajaan seribu tahun,yang lebih dikenal dengan masa millenium dicatat dalam Kitab Wahyu pasal 20 ini merupakan salah satu tema utama yang sampai pada saat ini masih ramai dibicarakan. Hoekema membagi menjadi 4 pandangan tentang millennium, pre-milenium, historical pre-millenium, post-millenium, serta amillenium berpandangan berbeda-beda, ada yang mengatakan kerajaan seribu tahun hanya sebagai simbol, ada yang mengatakan kerajaan  seribu tahun merupakan suatu pemahaman literal yang pasti akan terjadi, dan pandangan lain. Dalam karya tulis ini kami akan membahas tentang Wahyu 20:1-6,  kami akan mencoba untuk mengeksegese beberapa kata untuk menentukan diposisi manakah kami berada? dan apakah perikop ini ditafsirkan secara harafiah atau simbolis?

1.      Beberapa pandangan tentang Kerajaan Seribu Tahun
a.      Pandangan Post-Milenium mengenai Kerajaan Seribu Tahun
            Dalam Postmilenialisme, kedatangan Kristus kedua kali akan didahului oleh zaman Millenium atau Kerajaan Seribu Tahun. Di zaman ini, Kristus bersama-sama dengan Roh Kudus akan mewujudkan amanat agung serta berkat yang telah dijanjikan ke dalam dunia. Roh kudus akan mewartakan takhta sorga di dalam Kristus melalui gereja-gereja atau manusianya sendiri. Manusia yang sudah ditebus terdahulu oleh penderitaannya. Secara berkala, Kerajaan Allah akan dikembangkan di Bumi. Dan pemerintahan Kerajaan itu, melalui Roh Kudus, akan bertahan dalam jangka waktu yang lama.
            Pandangan ini memandang, tidak adanya tribulasi, sehingga mereka berpikir bahwa dunia akan semakin baik, ketika masuk kerajaan seribu tahun, semua manusia menjadi semakin baik,  sampai pada akhirnya Tuhan Yesus datang ke dua kalinya. Hal ini nampak jelas dari khotbah yang dikhotbahkan oleh gereja-gereja yang menekankan kesuksesan dalam kehidupan. Pandangan ini lahir dari pemahaman tentang kerajaan seribu tahun, dimana kuasa iblis, dan iblis sendiri diikat oleh para malaikat, dibuang, dan pada akhirnya dimateraikan di dalam lubang neraka. Ketika iblis tidak dapat lagi berkuasa atas manusia, maka manusia akan melakukan apa yang baik, taat kepada setiap apa yang diperintahkan oleh Tuhan.
            Ditambah lagi dengan penafsiran bahwa akan adanya pemerintahan orang-orang kudus, membuat manusia semakin baik. Jadi ketika memasuki kerajaan seribu tahun manusia menjadi semakin baik sampai pada akhirnya Tuhan Yesus datang keduakali, untuk menyediakan bumi dan langit baru. Mereka tidak menerima pemahaman bahwa dalam kerajaan seribu tahun aka nada penganiayaan kepada orang-orang percaya.
            Post-Milenium berpendapat bahwa dalam masa gereja terdapat satu kebangunan rohani yang besar, mereka menyebutnya masa keemasan gereja. Kebangunan rohani manusia ialah tersebar luasnya Injil Tuhan; kebenaran Alkitab mengubah hati, masyarakat, ekonomi, politik[1]. Namun, tidak semua manusia menjadi orang Kristen, melainkan prinsip kehidupan Alkitab telah dijalankan oleh orang percaya hingga kedatangan Tuhan Yesus kedua kali. Menurut prinsip-prinsip post-milenium, kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang kedua kali akan segera diikuti dengan kebangkitan dan penghakiman atas seluruh umat manusia, serta pernyataan sorga dan neraka secara penuh.[2]

b.      Pandangan Pra-Milenium
Pandangan Pra-Milenium mengatakan bahwa terlebih dahulu ada kesengsaraan besar terjadi, kemudian barulah mendirikan Kerajaan Seribu Tahun. Kesengsaraan besar ini terjadi selama 7 (tujuh) tahun. pada masa kesengsaraan ini berlangsung, banyak orang akan beroleh keselamatan. Golongan Pra-Milenium memegang satu doktrin yang penting, yakni semua orang Kristen akan diangkat ke langit sebelum kesengsaraan terjadi.[3] Kesengsaraan hanya dialami oleh orang yang menolak Kristus dan tidak berlaku bagi orang-orang percaya. orang Kristen yang mati dibangkitkan dan yang masih hidup diubahkan dan dimuliakan setelah itu akan bersama-sama dengan Kristus diangkat diawan-awan. setelah itu, Kristus menegakkan kerajaan-Nya dibumi selama Seribu Tahun. Tuhan Yesus memerintah atas seluruh bumi bersama-sama dengan orang-orang percaya. mereka yang memerintah adalah mereka yang baru dibangkitkan dan mereka yang masih hidup ketika Kristus datang. Semua orang yang tidak percaya akan tunduk dibawah pemerintaha Kristus.
menjelang masa Seribu Tahun berakhir, iblis akan dilepaskan kembali dan menyesatkan banyak bangsa. Terjadilah perang Gog dan Magog yaitu roh setan yang akan memimpin orang-orang fasik untuk menyerang “kemah orang-orang kudus”.[4] Kemudian turun api dari sorga dan iblis dicampakkan. Diakhir Masa Seribu Tahun akan terjadi kebangkitan orang-orang fasik dari kematian. Kemudian akan terjadi penghakiman bagi semua manusia dihadapan tahta putih. mereka yang tertulis namanya dibuku kehidupan akan hidup kekal dalam bumi yang baru  dan yang tidak akan masuk kedalam neraka kekal.

c.       Pandangan Amilenialisme mengenai Kerajaan Seribu Tahun[5]
Istilah Amilenialisme terkesan tidak mempercayai adanya milenium. Jay Adams dalam bukunya The Time is at Hand mengusulkan agar istilah amilenialisme diganti dengan istilah milenialisme yang telah terwujud. Istilah Adams ini sebenarnya lebih mewakili pandangan orang-orang amilenialisme, sebab pada hakikatnya amilenialis percaya bahwa milenium yang disebutkan dalam Wahyu 20 tidak secara eksklusif menunjuk kepada masa yang akan datang, melainkan sekarang ini sedang dalam proses untuk tergenapi. Amilenialis menafsirkan milenium dalam Wahyu 20:4-6 sebagai pemerintahan oleh jiwa orang-orang percaya yang telah meninggal dan yang sekarang ini bersama-sama dengan Kristus di sorga. Mereka memahami bahwa diikatnya setan sebagai periode waktu antara kedatangan Kristus yang pertama dan kedua, dan segera akan berakhir saat kedatangan Kristus akan datang kembali setelah pemerintahan milenium sorgawi ini.
Amilenialis memegang keyakinan bahwa Kerajaan Allah sekarang ini telah hadir di dalam dunia dalam wujud pemerintahan Kristus atas uamt-Nya melalui Firman dan Roh Kudus. Namun pada saat yang bersamaan, amilenialis juga adalah orang-orang yang sedang menantikan penyempurnaan Kerajaan Allah di masa yang akan datang, di dalam bumi yang baru. Mereka menyadari bahwa Kristus telah menang dengan pasti atas dosa dan Iblis, namun Iblis akan tetap ada bersama-sama dengan Kerajaan Allah hingga akhir zaman. Sehingga meskipun kita telah menikmati berkat-berkat eskatologi pada masa sekarang ini, kita masih merindukan klimaks dari seluruh tanda zaman dan kedatangan Kristus yang kedua yang akan menghantar kita dalam kondisi final ( eskatologi yang akan datang). Dengan kata lain, segala tanda-tanda akhir zaman telah berlangsung sejak kedatangan Kristus yang pertama, dan akan terus memuncak hingga sebelum Kedatangan Kedua. Mereka juga terus mewaspadai meningkatnya kesusahan, murtad, dan munculnya pribadi antikristus sebelum Kedatangan Kedua.  Amilenialis memahami kedatangan Kristus yang kedua sebagai satu peristiwa tunggal, dan bukan satu peristiwa dengan dua tahap di dalamnya.
 Pada saat Kristus datang kembali akan terjadi kebangkitan umum, bagi orang-orang percaya maupun tidak. Setelah kebangkitan, orang-orang percaya yang masih hidup pada saat Kristus kembali, akan diubahkan dan dimuliakan. Kedua macam orang percaya ini, yaitu orang percaya yang dibangkitkan dan orang percaya yang diubahkan, akan diangkat dan bertemu dengan Tuhan di awan-awan. Setelah pengangkatan itu Tuhan akan menyudahi kedatangan-Nya kembali dengan melaksanakan penghakiman akhir. Sesudah itu orang-orang yang tidak percaya akan dicampakkan ke dalam penghukuman kekal, sedangkan orang-orang percaya akan menikmati segala berkat di dalam langit dan bumi yang baru selama-lamanya.

2.      Eksposisi Wahyu 20 : 1-6
2.1. Konteks Perikop
           Paruh pasal terakhir pasal 19 (ay.11-21) mencatat kejatuhan Antikristus dan nabi palsu, serta kebinasaan para pengikutnya. Disana Yohanes berkata bahwa Kristus Yesus, berikut pengikut-pengikut-Nya yaitu orang-orang kudus yang telah dibangkitkan-Nya adalah umat Pemenang. Dan kalahnya kuasa anti-Kristen menandakan berhentinya kejahatan. Yohanes mencatat dalam pasal 20, adalah tersingkirnya iblis.
           Di bagian pertama pasal ini (ay.1-10), Yohanes menghadirkan aspek tambahan tentang akhir zaman. Yohanes berfokus pada pemenjaraan Iblis, pelepasan, kekalahan, dan penghukumanya.[6]
2.2. Konteks
Wahyu pasal 20 ini, menggambarkan mengenai penghakiman akhir dan penghukuman akhir atas orang-orang berdosa yang dikatakan didalam ayat yang ke-11 dan 12 yaitu  “Lalu aku melihat suatu tahta putih yang besar dan Dia, yang duduk diatasnya...Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri didepan tahta itu.  wahyu 20:1-6 ini adalah satu-satunya perikop dalam Alkitab yang eksplisit mengenai masa seribu tahun. pada bagian ini, lebih fokus kepada kedatangan Kristus  yang kedua kali dan kekalahan iblis. Sehingga melukiskan tentang kemenangan akhir Kristus dan gereja-Nya, serta pembaruan atas seluruh ciptaan yang disebut sebagai langit dan bumi yang baru.[7] masa seribu tahun merupakan satu era baru yang ada membawa kembali kepada masa perjanjian Baru. karena ini merupakan permulaan dari kehidupan yang baru dimana Allah datang,Iblis telah dikalahkan dan dalam kendali ilahi serta manusia yang telah dipilih oleh Allah akan masuk kedalam bumi yang telah diperbaharui.

2.3. Stuktur teks
-  Pengikatan iblis (1-3)
- Pemerintahan Kristus dan orang Kudus (4-6)

3.      Tafsiran Wahyu 20:1-6
Kitab Wahyu adalah sebuah seri lukisan. Lukisan-lukisan itu bergerak dan penuh dengan aksi . satu lukisan menggantikan lukisan yang lainnya.[8] Dalam kitab Wahyu ini lukisan yang digunakan oleh Yohanes sebagai penulis merupakan simbol-simbol yang aktif.[9]
3.1.Pengikatan Iblis (1-3)
a.      Rantai
Pasal 20 secara khusus bersifat simbolisme, Rantai yang dicatat dalam Wahyu pasal 20:1 ini tidaklah bermakna literal, yaitu rantai yang terbuat dari logam, karena sudah jelas bahwa Roh itu tidak dapat dibelenggu dengan rantai tetapi hanya dapat dibatasi oleh perintah Allah. Jadi maksud dari rantai ini memiliki arti otoritas Allah atas kekuasaan iblis[10].
b.      Kunci Lubang Jurang Maut
Kunci lubang jurang maut juga tidak terbuat dari logam. Istilah kunci muncul di Wahyu 1:18, dimana dikatakan bahwa Yesus memegang kunci Daud, dan dalam Wahyu 9:1, seorang malaikat yang disebut bintang yang memegang kunci jurang maut. [11] Hal ini juga menunjukan suatu otoritas, bahwa Allah berkuasa atas kerajaan maut, Dia yang telah menang atas kuasa maut, dan telah diberikan kuasa atas maut. sehingga Allah sendirilah yang memiliki kuasa atas jurang maut tersebut, dapat membuka, dan menutup jurang tersebut sesuai dengan yang dikehendaki-Nya.
c.       Sebelum Berakhir Masa Seribu Tahun
Demikian pula seribu tahun tidak harus berarti sepuluh abad secara kronologis. Istilah seribu dalam sebuah kitab yang penuh angka simbolis berarti menunjukan jumlah yang sangat besar.[12]

Jika pengikatan iblis adalah suatu tindakan simbolis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa wajar jika seribu tahun juga ditafsirkan secara simbolis. Seribu adalah sepuluh pangkat tiga yang berarti penuh, sebab itu lebih senanda dengan irama Kitab Wahyu, jika istilah ini ditafsirkan sebagai makna simbolis.

d.      Memeteraikan diatasnya supaya jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa
Verba melemparkan, menutup dan memeteraikan menyatakan finalitas dari pelucutan kuasa yang dulu dia miliki. Saat iblis dilempar keluar dari sorga dan dihempaskan ke bumi, ia kehilangan wewenang yang pernah dimilikinya. Pesan Yohanes bagi orang-orang kudus adalah bahwa Iblis akan dibebaskan untuk satu masa yang singkat. Tuhan Yesus berjanji bahwa karena orang-orang pilihan, waktu itu akan di persingkat ( Mat 24:22). Ia menjamin keamanan mereka, Iblis tidak akan bisa membinasakan mereka secara rohani.[13]
Menurut Hoekema maksudnya adalah sementara iblis dirantai, ia tidak dapat menyesatkan bangsa-bangsa sedemikian rupa sehingga mencegah mereka untuk mengenal kebenaran Allah. Dapat disimpulkan bahwa diikatnya iblis selama zaman Injil memiliki makna bahwa, pertama dia tidak dapat mencegah penyebarluasan Injil, dan kedua ia tidak dapat mengumpulkan musuh-musuh Kristus untuk bersama-sama menyerang gereja. Dengan demikian, diikatnya iblis seperti yang di gambarkan dalam nats ini memiliki makna bahwa di sepanjang zaman ketika Injil di beritakan yaitu masa di mana kita sekarang tinggal, pengaruh iblis sangat dibatasi, meskipun belum sepenuhnya dihapuskan, sehingga ia tidak dapat mencegah penyebarluasan Injil kepada segala bangsa di bumi. Lantaran iblis diikat, maka pada zaman sekarang ini bangsa-bangsa yang belum mengenal Kristus tidak dapat mengalahkan gereja bahkan sebaliknya gereja sedang menaklukkan bangsa-bangsa.[14]
e.       Di lepaskan untuk sediit waktu lamanya
Sejak kenaikan Tuhan Yesus, Iblis tidak bisa menghentikan laju perkembangan Injil keselamatan. Ia telah diikat, tanpa wewenang, sementara bangsa-bangsa di seluruh dunia menerima kabar kesukaan. Anak Allah telah mengambil alih hak milik atas bangsa-bangsa ini dan mematahkan tipu daya iblis yang menyesatkan bangsa-bangsa selama zaman ini. Kristus telah menarik orang-orang dari segala bangsa dan dari antara mereka,orang-orang pilihan Allah akan diselamatkan dan di tarik dalam kerajaan-Nya. Iblis tidak dapat menghambat misi pengjangkauan jiwa-jiwa oleh jemaat, sebab ia tidak bisa mencegah pengenalan akan Tuhan.[15] Istilah sedikit waktu harus dipahami dalam kaitan dengan seribu tahun. Masa yang satu pendek, sementara yang lain panjang.
f.        Menyembah binatang dan patung ............tandanya pada dahi dan tangan mereka
Menyembah binatang : iblis dan anak buahnya menindas, menganiaya dan mencobai semua pengikut Kristus yang sejati. terakhir semua orang percaya adalah pemenang yang diundang untuk duduk bersama Kristus di atas takhta-Nya. Yohanes menegaskan tidak satu pun orang kudus yang menyembah dan memakai tanda binatang itu. Penjelasan ini meliputi semua orang kudus yang dengan satu atau lain cara , telah menderita karena Kristus, ditindas, dianiaya, dikucilkan, dipenjara, disita semua hak miliknya.[16] Jadi mereka yang tidak menyembah binatang dan patung adalah orang Kristen yang mati sebagai martir. Penglihatan ini berkaitan dengan semua orang percaya yang telah mati, tetapi khususnya jiwa-jiwa mereka yang karena kesetiaannya kepada Kristus telah mati sebagai martir. 


3.2. Pemerintahan Kristus dan orang Kudus (4-6)
a.      kebangkitan pertama
didalam wahyu 20:5, ditemukan kata kebangkitan pertama. Didalam bahasa Yunani kata “bangkit” adalah “Anastasis”. dalam hal ini tidak berbicara mengenai peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus namun menunjukkan kebangkitan rohani. Dapat dibandingkan dengan Matius 16:21 mengenai pernyataan Tuhan bahwa Ia akan dibangkitkan pada hari ketiga. Bangkit didalam ayat tersebut menggunakan kata “Egeiro” dalam bahasa Yunani.  Maka dapat dikatakan bahwa Wahyu 20:4-6, yaitu mengenai kebangkitan pertama adalah merujuk pada kebangkitan rohani orang Kristen yang percaya kepada Tuhan. Setelah memiliki kebangkitan kerohanian, mereka mempunyai hidup yang kudus. [17]
b.      kematian kedua
kematian kedua berkenaan dengan dua hal yaitu fisik dan spiritual. namun pada Wahyu 20:6 ini berbicara mengenai kematian secara spiritual yaitu permisahan antara jiwa dan roh serta  pengenalan akan Allah sebagai suatu akibat atau hasil dari hari penghakiman. bagi orang percaya penghakiman yang dimaksud adalah penghakiman atas pekerjaan dan kehidupan mereka; dan bagi orang non-Kristen, ini adalah penghakiman atas kepercayaan mereka kepada Yesus Kristus[18]. bagi mereka yang tidak beriman kepada Tuhan Yesus, maka dosa akan ditanggung dan murka Tuhan akan menimpa atas diri mereka.Murka Tuhan seperti api yang menghanguskan, yakni untuk menghukum orang-orang yang tidak percaya akan karya penebusan Kristus Yesus yang memberikan keselamatan.
c.       imam Allah
imam Allah adalah orang yang layak menjadi pelayan Tuhan terkhusunya dalam mempersembahkan korban di mesbah kudus serta sebagai pengantara atau mediator antara Allah dan umat-Nya. Didalam Perjanjian Baru istilah imam berlaku bagi imam baik yang non Yahudi maupun non Yahudi serta orang-orang Percaya. jabatan imam pada masa Israel adalah yang paling penting dan dalam tingkat yang paling tinggi. Imam berdiri sebagai orang yang berpengaruh dan bermartabat.Fungsi imam membawa orang pilihan untuk semakin dekat dengan Allah melalui relasi yang dibangun.singkatnya, imam sangat diperlukan sebagai sumber dari pengetahuan mengenai iman manusia dan sebagai pengantara dalam membangun kehidupan spiritual. Menjadi imam-imam Allah dimasa seribu tahun bukan lagi memerintah diatas bumi yang mempersembahkan korban berupa ternak atau hasil panen namun didalam masa pemerintahan bersama Allah didalam kehidupan kekal para imam mempersembahkan hidup mereka sendiri untuk Allah. Dengan pemahaman bahwa tujuan manusia dari sejak hidup didunia sampai kepada hidup yang kekal adalah hanya untuk memuliakan Allah. Semua orang kudus mendapat jabatan sebagai imam Allah didalam kerajaan-Nya. namun pada kebangkitan yang pertama orang-orang yang rela mati demi Kristus yang masuk kedalam pemerintahan Allah untuk mendapat jabatan sebagai imam Allah. Memerintah mengunakan verb aorist[19] yang memiliki pengertian, bahwa kerajaan ini sudah berlangsung pada waktu lampau, tetapi dampaknya masih dapat dirasakan sampai pada saat ini. Artinya kerajaan seribu tahun sudah dimulai ketika Tuhan datang pertama kali, sampai pada saat ini pemerintahan seribu tahun masih berlanjut.[20]

Kesimpulan
Melalui pemaparan diatas kelompok ini menyimpulkan bahwa masa seribu tahun sendiri  sudah berlangsung pada saat ini. Berdasarkan eksegese kata yang dilakukan bahwa kata memerintah sendiri menggunakan tense aorist yang menunjukkan bahwa pemerintahan tersebut telah berlangsung pada saat ini yang dimulai sejak kedatangan Yesus yang pertama kali kedunia ini sampai pada puncaknya yaitu kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Sehingga masa pemerintahan seribu tahun sendiri tidak berbicara mengenai suatu masa yang akan terjadi nanti pada waktu yang tidak dapat diketahui dan masa tersebut terjadi secara terpisah dari masa-masa lainnya.
Kitab Wahyu berbeda dari kitab-kitab lainnya yang tidak dapat ditafsir secara literal karena isinya banyak menggunakan simbol-simbol yang sulit dibukakan pengertiannya. Sehingga kerajaan seribu tahun sendiri merupakan sebuah simbol yang sebenarnya tidak dapat ditafsirkan secara literal dan harus melihat secara keseluruhan fenomena yang terjadi pada saat ini serta apa yang Alkitab katakan mengenai waktu Kerajaan Allah. Melihat keadaan pada saat ini bahwa penderitaan dan penyiksaan sendiri telah ada pada saat ini. Dan yang terpenting bahwa kerajaan-Nya telah dimulai sejak kedatangan-Nya yang pertama, iblis telah dikalahkan dan kunci kerajaan maut telah ia pegang.
Dan pemaparan di atas, kelompok memposisikan pada pandangan yang lebih mendekati pada kebenaran Firman Tuhan, yaitu pada pandangan Amillenium. Karena beberapa pandangan lainnya, di luar Amillenium menafsirkan Wahyu 20 ini secara literal. Pada saat Kristus datang kembali akan terjadi kebangkitan umum, bagi orang-orang percaya maupun tidak. Setelah kebangkitan, orang-orang percaya yang masih hidup pada saat Kristus kembali, akan diubahkan dan dimuliakan.


















                                                





Daftar Pustaka

App/Biblework 8/ Studi kata “memerintah”
Boettner, Loraine. The Millenium. Grand Rapids: Baker, 1958.
Hendriksen, William. Lebih dari Pemenang; Sebuah Interpretasi Kitab Wahyu. Surabaya:
Momentum, 2010.
Hoekema. Anthony A.  Alkitab dan Akhir Zaman. Momentum: Surabaya, 2004.
Kistemaker, Simon J. Tafsiran Kitab Wahyu. Tejm. Peter Suwandi Wong. Surabaya: Momentum,
2011.
Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi; Kitab Wahyu 20:6.  Jakarta: LAI, 2010.
Osborne, Grant R. Revelation; Exegtical Commentary On The New Testament. Grand Rapids:
Baker Academy, 2002.
Wongso, Dr. Peter.  Hermeneutika Eskatologi.  SAAT: Malang,1989.




[1] Dr. Peter Wongso, Hermeneutika Eskatologi, (SAAT: Malang,1989 hal, 172
[2] Loraine Boettner, The Millenium, (Grand Rapids:Baker, 1958)hal., 14
[3] Dr. Peter Wongso. Hermeneutika Eskatologi, (SAAT: Malang,1989), hlm.173-174
[4] Anthony A.Hoekema. Alkitab dan Akhir Zaman, (Momentum: Surabaya, 2004),hlm. 245-246.
[5]Ibid., 236-237
[6] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu, tejm. Peter Suwandi Wong (Surabaya: Momentum, 2011) 280
[7] Anthony Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman (Surabaya:Momentum, 2004), hlm. 305.
[8] William Hendriksen, Lebih dari Pemenang; Sebuah Interpretasi Kitab Wahyu, (Surabaya: Momentum, 2010) hal. 36
[9] Catatan: Klausa dalam ayat pertama Kitab wahyu ini, “dan ia menyatakannya dengan simbol” (NKJV : he signified it) kalimat ini tidak dicatat dalam sebagian terjemahan lain termasuk di dalam LAI.
[10] Lebih dari Pemenang, 219
[11] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu ,hal. 581
[12] Ibid., 582
[13]Ibid.,  584
[14] Anthony A. Hoekema, Alkitab dan Akhir Zaman, ( Surabaya : Momentum, 2004), hal 310
[15] Simon J. Kistemaker, Tafsiran Kitab Wahyu,  hal 584
[16] Ibid., 584
[17] William Hendriksen, Lebih dari Pemenang, hal 37
[18] Lembaga Alkitab Indonesia, Alkitab Edisi Studi; Kitab Wahyu 20:6, (Jakarta: LAI, 2010)
[19] App/Biblework 8/ Studi kata “memerintah”
[20] Osborne, Grant R. Revelation; Exegtical Commentary On The New Testament. Grand Rapids: Baker Academy, 2002. Hal.709

Tafsiran 1 Korintus 5:5 "Diserahkan Pada Iblis"

Arti & Makna "Diserahkan Pada Iblis" 
(Tafsiran 1 Korintus 5:5)
By: Astri Kristiani

BAB I
PENDAHULUAN


Tidak jarang dijumpai ayat – ayat Alkitab yang sulit untuk dipahami dan tidak bisa dipahami dengan jelas secara harfiah. Baik dalam Perjanjian Baru maupun dalam Perjanjian Lama muncul banyak ayat - ayat yang sulit dimengerti. Ayat – ayat yang sulit dimengerti tersebut memerlukan penafsiran yang mendalam dan teliti agar mendapatkan arti dan makna yang benar dan tidak menyimpang dari maksud penulisan ayat Firman Tuhan.
Kalimat dalam 1 Korintus 5:5, yang berbunyi bahwa “Orang itu harus diserahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan“ ditulis oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus sebagai salah satu isi dari surat penggembalaan. Dalam ayat 1 Korintus 5:5 tersebut adalah merupakan salah satu ayat yang sulit dimengerti dan menimbulkan banyak pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari ayat tersebut terangkum sebagai berikut:
·         Apa sebenarnya arti dan makna dari "diserahkan kepada lblis"?
·         Mengapa Rasul Paulus ingin menyerahkan seseorang kepada Iblis?
·         Apakah tidak ada tempat untuk teguran dan pengampunan terhadap dosa dari jemaat gereja?
·         Apa maksud istilah "sehingga binasa tubuhnya'' ?
·         Bagaimana mungkin seseorang yang diserahkan pada iblis dapat menjadi sarana menuju "keselamatan rohnya''?
Dalam paper ini akan menjawab pertanyaan – pertanyaan tersebut, yaitu menjelaskan arti dan makna dari ayat 1 Korintus 5:5 dalam sebuah uraian yang sederhana dan kemudian dari arti dan makna yang didapatkan akan ditarik kedalam relevansinya pada gereja masa kini.




BAB II
ISI

A.    Latar Belakang

Kemegahan dan kekayaan duniawi adalah sebuah tantangan berat bagi manusia untuk tetap bisa hidup didalam kesucian. Kekayaan dan kemegahan duniawi  membawa manusia tenggelam dalam dunia gelap yang gemerlap seoalah – olah ada dalam keindahan yang luar biasa, tetapi sesungguhnya ada dalam jurang kebinasaan yang mengerikan. Korintus adalah sebuah kota Yunani kuno yang dibangun kembali sebagai jajahan Roma pada tahun 46 SM,[1] kota ini sangat kaya dan penuh dengan kemegahan. Menjadi pusat perdagangan karena letaknya yang sangat strategis, yaitu diantara ada diantara Pelabuhan Kengkrea dan Likaionia[2], namun ternyata kekayaan dan kemegahan di Korintus membawa kota ini dalam kondisi yang memprihatinkan karena mempunyai nama yang sangat buruk diakibatkan oleh adanya banyak kejahatan yang terjadi didalam kota ini.[3]
Ada yang layak disyukuri karena Allah membawa hambaNya, Rasul Paulus untuk memberitakan Injil di kota Korintus pada perjalanan misinya yang ke dua. Perjalanan Paulus bermisi ke Korintus tidak sia – sia, dari perjalanan misinya terbentuklah sebuah jemaat Kristus (Kisah Para Rasul 18:1-17). Banyak orang Korintus yang akhirnya terjangkau Injil, mulai dari kalangan orang – orang yang sederhana sampai pada kalangan orang – orang yang cukup berada. Setelah Paulus membentuk jemaat di Korintus, dia tidak menetap untuk menggembalakan mereka secara langsung karena Paulus harus meneruskan perjalanan misi yang selanjutnya.  Walaupun demikian, Paulus tidak meninggalkan jemaat bentukannya tersebut begitu saja, dia menggembalakannya jarak jauh dengan mengirimkan surat – surat penggembalaan berdasarkan kabar – kabar yang dia terima mengenahi kondisi jemaat tersebut dari orang – orang yang mengunjungi dia.
Pada 1 Korintus 5 ini merupakan salah satu surat penggembalaan Paulus kepada jemaat Korintus. Dimana didalam bagian surat ini nampak bahwa ada sebuah dosa yang terjadi didalam tubuh jemaat yang sedang ditegur Paulus, dosa tersebut adalah dosa perzinahan. Paulus memberikan nasehat yang begitu keras kepada jemaat di Korintus berhubungan dengan dosa yang telah terjadi. Paulus menasehatkan bagaimana seharusnya mereka bersikap terhadap dosa – dosa yang muncul didalam tubuh jemaat. Salah satu nasehat Paulus yang sangat tegas ditunjukkan pada ayat yang ke 5, yaitu Paulus mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa tersebut (yang berzinah) harus diserahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan.
   
B.     Tafsiran 1 Korintus 5:5

Kalimat dalam ayat 1 Korintus 5:5 yang mengatakan bahwa; “Orang itu harus diserahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, sehingga binasa tubuhnya, agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan.“ adalah sebuah ayat yang tidak bisa ditafsirkan secara tersendiri tanpa melihat ayat – ayat yang sebelumnya. Satu ayat dalam 1 Korintus 5:5 akan nampak jelas arti dan makna yang sesungguhnya jika dibaca secara lengkap mulai dari ayat 1 sampai dengan ayat yang ke 13. Dalam bagian ini berisikan tentang teguran Paulus terhadap dosa yang ada di dalam jemaat Korintus, secara khusus dosa perzinahan.
Dalam 1 Korintus 5:5 ini merupakan Inti dari nasehat Rasul Paulus yang sangat keras.  Kata, “Harus kita serahkan .. kepada iblis kemungkinan yang dimaksudkan ialah menyerahkan orang itu kepada dunia yang adalah milik Iblis. Dunia digambarkan sebagai hal – hal yang merupakan sesuatu “diluar” Allah, yang dikuasai oleh si jahat atau iblis (1 Yohanes 5:19). Kata “Binasa tubuhnya telah dipahami dalam arti moral sebagai pemusnahan keinginan-keinginan daging.[4] “Binasa” adalah kata yang terlalu keras untuk maksud ini, sekalipun hal tersebut dengan tujuan memulihkan karena dalam beberapa teks menunjukkan bahwa mungkin lebih baik untuk melihat bahwa yang dimaksudkan di sini adalah hukuman jasmaniah yang merupakan akibat dari dosa yang terus-menerus, bagaimana diajarkan dalam Perjanjian Baru, bukan hanya di dalam surat ini, melainkan juga pada bagian lain (1 Korintus 11:30, 1 Korintus 5:16,17).
Pasal 5 ini membahas mengenahi suatu dosa perzinahan yang terjadi didalam jemaat. Ada salah satu anggota jemaat yang jatuh dalam dosa tersebut, namun orang-orang percaya disana bukannya sedih melihat peristiwa itu dan menegur orang yang sedang jatuh didalam dosa tersebut, tetapi mereka malah berpuas diri dengan mendiamkan hal itu, bahkan mereka mungkin bangga akan kebebasan mereka (1 Korintus 6:12). Pada bagian ini Paulus menyatakan sikapnya yang tegas atas hal itu (ayat 3 s/d 5), dia menghimbau agar jemaat memberlakukan suatu sikap yang disiplin didalam kehidupan bergereja (ayat 6-8).
Menjaga kesucian dan kemurnian didalam gereja adalah hal yang harus dilakukan oleh jemaat Kristus. Jemaat Kristus mempunyai standard moral yang tinggi sebagai sebuah kesaksian yang hidup bagi orang – orang yang belum percaya. Memang jemaat Kristus adalah orang – orang yang sudah dalam ruang lingkup keselamatan tidak perlu lagi mengusahakan keselamatan dengan kesucian hidup karen Jemaat Kristus mementingkan aspek rohani, yaitu Iman yang ada dalam batin, yaitu percaya kepada Kristus.  Namun ada standard moral yang harus dilakukan oleh umat percaya sehingga kehidupannya mencerminkan kesucian Kristus dan menjadi kesaksian yang hidup bagi orang-orang yang belum mengenal Allah.
Pada ayat 1 Paulus mengungkapkan masalahnya dengan jelas di hadapan jemaat Korintus yaitu adanya dosa percabulan, Yunani πορνεια - PORNEIA (kata darimana kita mendapatkan kata 'porno' atau 'pornografi'), yang berarti ada kenajisan seksual. Dari sudut pandang orang Yahudi sendiri, hubungan semacam itu merupakan pelanggaran serius (lihat Immamat 18:8 ), sedangkan hukum Roma sendiri (seperti dinyatakan dalam lembaga Gaius) melarang praktek semacam ini, untuk itu dalam ayat 1 ini dituliskan 'tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya. Didalam area orang – orang yang tidak mengenal Kristus, yang bukan merupakan jemaat Kristus melarang hal – hal mengenahi penyimpangan seksual, yaitu perzinahan, maka sudah sangat jelas bahwa didalam jemaat Kristus juga sangat menentang hal tersebut. Hal tersebut bukan karena hukum moral secara umum, melainkan karena memang tuntutan sebagai orang – orang yang sudah diselamatkan adalah hidup kudus. Jika dosa perzinahan tetap dibiarkan dalam jemaat maka hal semacam ini jelas akan merusak struktur moral dari seluruh jemaat, juga kelangsungan kesaksian mereka kepada orang-orang yang belum mengenal Allah.
Maka kalimat “menyerahkan kepada Iblis” harus dipahami dalam pengertian kiasan, karena seseorang yang benar-benar diserahkan kepada iblis (setan) akan binasa untuk selamanya. Tetapi dalam 1 Koorintus 5:5 tidak digambarkan adanya akhir yang membinasakan tetapi justru keselamatan. Hal ini berarti mengeluarkan orang yang bersalah dari jemaat dan dikembalikan ke wilayah setan, yaitu di luar jemaat atau dunia luar, dengan perkataan lain yang bersangkutan “dipisahkan dari gereja”. Mengeluarkan seseorang dari gereja karena perbuatannya, sama artinya dengan menyerahkan yang bersangkutan kepada setan. Alkitab berbicara tentang adanya dua wilayah, kerajaan Allah dan dunia. Seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat (1 Yohanes 5:19), jika seseorang dikembalikan ke dunia, tentu saja ia dikembalikan di bawah kuasa setan. Dengan pengucilan seorang pelanggar merupakan pemisahan dari umat Allah.


C.    Arti dan Makna Diserahkan Kepada Iblis
C.1. Dipisahkan dari Gereja
Arti dipisahkan dari gereja adalah mengucilkan anggota jemaat dari persekutuan gereja, yaitu jemaat yang jatuh kedalam dosa tidak boleh melakukan pelayanan (terlibat dalam gereja), tidak boleh mengikuti sakramen perjamuan kudus, dan bahkan tidak boleh mengikuti persekutuan – persekutuan ibadah.  Sesungguhnya “dipisahkan dari gereja” mengacu pada frasa yang berbunyi demikian, “Menyerahkan kepada setan, 'παραδουναι τω σατανα - paradounai tô satana”, yang berarti mengeluarkan orang yang bersalah dari jemaat dan dikembalikan ke wilayah setan, yaitu di luar jemaat atau dunia luar, dengan perkataan lain yang bersangkutan “dikucilkan dari gereja”. Memisahkan seseorang dari gereja karena perbuatannya, sama artinya dengan menyerahkan yang bersangkutan kepada setan. Alkitab berbicara tentang adanya dua wilayah, kerajaan Allah dan dunia. Seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat (1 Yohanes 5:19), jika seseorang dikembalikan ke dunia, tentu saja ia dikembalikan di bawah kuasa setan.
Paulus jelas menghendaki bahwa orang – orang yang jatuh didalam dosa haruslah didisiplin dengan dipisahkan dari gereja dengan tujuan agar terjaga kekudusan dan kemurnian gereja dan supaya dosa tersebut tidak menular kepada anggota jemaat yang lain. Hal ini dapat dilihat bukan hanya pada ayat 2, melainkan juga analogi dalam ayat 6-8, “...buanglah ragi yang lama itu...” dan dalam 1 Korintus 5;13, “Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari Demikian tengah-tengah kamu”. Namun hakikat dari “pemisahan” ini mempunyai suatu tujuan yang baik, yaitu dari kalimat “orang itu harus kita serahkan dalam nama Tuhan Yesus kepada Iblis, agar tubuhnya binasa dan roh-nya akan diselamatkan” menunjukkan bahwa tindakan pendisiplinan dengan cara memisahkan dari gereja mempunyai tujuan yang baik, yaitu keselamatan. Maksud keselamatan adalah supaya orang yang dipisahkan dari gereja, dia mengalami pertobatan, dan akhirnya dia juga mengalami pemulihan. Dengan demikian tujuan pemisahan dari gereja itu adalah "penghancuran cara hidup" pelanggar hukum itu, bukan berarti bahwa orang yang sedang jatuh dalam dosa dibuang atau disingkirkan begitu saja dan akhirnya terhilang selamanya.

C.2. Dihukum Oleh Akibat Dosa
Maksud dari dihukum oleh akibat dosa adalah bahwa anggota jemaat yang jatuh didalam dosa dikucilkan supaya cara hidupnya yang lama dihancurkan. Penghancuran cara hidup yang lama untuk menuju dalam cara hidup yang baru adalah sebuah proses yang menyakitkan dan inilah yang dikatakan dihukum oleh akibat dosa. Jemaat gereja yang jatuh didalam dosa melalui pemisahan dari gereja, yaitu pengucilan akan mengalami sebuah pergumulan dimana dia sebelumnya hidup dalam persekutuan, kemudian dipisahkan dari persekutuan maka dia akan merasakan penderitaan psikologis. Didalam diri setiap orang mempunyai beberapa kebutuhan yang esensial, salah satunya adalah menjalin relasi dengan sesamanya.  Menurut Laaser dalam bukunya “The Seven Desires of Every Heart” setiap manusia mempunyai kebutuhan untuk berelasi, saling membangun dan meneguhkan, hal tersebut adalah menyehatkan dan menumbuhkan kerohanian kita secara maksimal.[5] Jadi dalam hal ini, jika seseorang dipisahkan dari persekutuan, maka dia akan mengalami sebuah pergumulan dan penderitaan psikologis.
Dalam hubungannya dengan perkataan Rasul paulus dalam 1 Korintus 5:5, menunjukkan sebuah pendisiplinan dengan tujuan agar seseorang mengalami pertobatan dan berbalik kembali kepada kehidupan yang benar. Jemaat yang jatuh dalam dosa yang dikucilkan tersebut bisa merasakan sebuah “ketidak nyamanan” hidup dalam kondisi dipisahkan dengan persekutuan yang indah yang telah dijalin sebelumnya. Dalam kondisi ini, tentu saja ia yang awalnya telah merasakan kasih karunia Allah dan bisa hidup berdampingan dengan saudara – saudara seiman, mengalami kasih Kristus dalam persekutuan, menyaksikan kekuatan Roh Kudus yang mengubahkan dalam kehidupan saudara-saudaranya seiman. Jika seseorang dipisahkan dari lingkungan tersebut, maka tujuannya adalah agar dia menyadari akan immoralitasnya dan kemudian dia bertobat serta mau kembali kepada persekutuan yang sebelumnya dengan hidup yang baru.
Paulus, dalam suratnya menjatuhkan hukuman (pendisiplinan) atas orang yang melakukan kejahatan atau dosa perzinahan tersebut dengan suatu tujuan “agar rohnya diselamatkan pada hari Tuhan”. kalimat tersebut menunjukkan bahwa ada sebuah pengungkapan harapan akan pertobatan terjadi pada orang – orang yang dikenahi hukuman (pendisiplinan), yaitu mereka yang dihukum berbalik kepada Tuhan dan diterima kembali dalam komunitas kehidupan gereja (tujuan ini dipertegas pula dalam 2 Tesalonika 3:15 dan 2 Korintus 2:5-11).
Sebuah kesempatan terbuka bagi orang yang telah jatuh didalam dosa untuk kembali kedalam komunitas kehidupan bergereja, tetapi selama pendosa berkeras hati dan belum juga bertobat, maka ia harus tetap dipisahkan dari komunitas guna mencegah terpengaruhnya anggota komunitas yang lain dan agar ia menyadari serta menyesali keberdosaannya. Sebenarnya maksud dari “dihukum oleh akibat dosanya”  sama-sekali tidak bermaksud menyiksa ataupun meng-eksekusi mati pendosa-pendosa. Paulus juga tidak bermaksud membatasi belas kasihan, tetapi justru karena belas kasihan ini jemaat yang jatuh didalam dosa harus didisiplinkan dengan dipisahkan dari gereja, sehingga akibat dari dosa dirasakan dan akan membawa orang tersebut bertobat.


D.    Relevansi Masa Kini

Kondisi jemaat di Korintus pada saat itu yang mengalami sebuah kejatuhan dimana anggota jemaatnya ada yang terjatuh didalam dosa perzinahan tidak menutup kemungkinan terjadi pada gereja masa kini, dan bahkan mungkin gereja – gereja masa kini sedang mengalami hal yang demikian. Oleh sebab itu, surat ini masih sangat relevan dalam konteks gereja masa kini. Kalimat dalam ayat 1 Korintus 5:5 yang menunjuk pada sebuah tindakan konkrit yang harus dijalankan oleh gereja bagi orang – orang yang jatuh kedalam dosa atau sedang dalam dosa. Gereja harus mengadakan pendisiplinan bagi anggota gereja yang jatuh dalam dosa untuk memelihara kemurnian gereja, untuk memelihara kekudusan gereja, dan agar dosa yang ditimbulkan oleh seorang jemaat gereja tidak menular kepada jemaat yang lain.
Gereja harus dengan tegas menerapkan sebuah kedisiplinan, yaitu memberikan perhatian khusus kepada anggota jemaat yang jatuh dalam dosa perzinahan dan memberikan sebuah tindakan khusus baginya, yaitu mengucilkannya dari gereja. bagi anggota jemaatnya karena gereja pada masa kini tidak lepas dari sebuh pergumulan dimana jemaat – jemaatnya ada yang terjatuh dalam dosa, secara khusus dosa perzinahan. Memang terkadang dosa perzinahan tidak nampak dipermukaan, namun jika pada saat hal tersebut nampak, maka gereja mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan prinsip Firman Tuhan dalam 1 Korintus 5:5. Kata “menyerahkan orang yang berdosa kepada iblis” dalam 1 Korintus 5:5 yang berarti adalah memisahkan orang yang berdosa tersebut dalam persekutuan gereja merupakan sebuah prinsip dasar yang harus dilakukan gereja dalam menghadapi orang – orang yang sedang jatuh didalam dosa.
Gereja yang benar adalah gereja yang menerapkan hukum kasih yang membawa seseorang semakin bertumbuh dalam kebenaran, bukan kasih yang membawa seseorang jauh dari kebenaran. Memisahkan anggota jemaat yang sedang jatuh dalam dosa perzinahan dari persekutuan gereja untuk sementara waktu sesungguhnya bukan merupakan penghukuman, melainkan hal ini merupakan sebuah tindakan kasih. Dikatakan sebagai tindakan kasih karena tujuan dari penerapan prinsip dalam 1 Korintus 5:5 ini adalah supaya orang yang jatuh didalam dosa perzinahan bertobat dan kembali lagi menjalani kehidupan yang benar. Anggota jemaat yang jatuh kedalam dosa perzinahan yang dipisahkan dari persekutuan gereja diharapkan akan mengalami sebuah pergumulan perenungan atas tindakan – tindakannya yang salah, sehingga dia berbalik kembali kepada gereja dimana dia bisa bersekutu dengan saudara – saudara seimannya.
Gereja harus menjadi sebuah kesaksian hidup yang baik bagi orang – orang yang ada dalam tubuh gereja sendiri dan bagi orang – orang yang belum percaya. Menjaga kesucian dan kemurnian didalam gereja adalah hal yang harus dilakukan oleh jemaat Kristus. Jemaat Kristus mempunyai standard moral yang tinggi yang harus dihidupi sebagai sebuah kesaksian yang hidup bagi orang – orang yang belum percaya dan yang sudah percaya. Memang jemaat Kristus adalah orang – orang yang sudah dalam ruang lingkup keselamatan dan tidak perlu lagi mengusahakan keselamatan dengan kesucian hidup, namun ada standard moral yang harus dilakukan oleh umat percaya sehingga kehidupannya mencerminkan kesucian Kristus dan menjadi kesaksian yang hidup bagi orang-orang yang belum mengenal Allah.




[1] John. Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 335.
[2] M.E. Duyverman, Pembimbing Kedalam Perjanjian Baru, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), 102.
[3] Ibid. John. Drane, 335.
[4]Charles F. Pfeiffer, Everett F. Harrison, The Wycliffe Bible Commentary, (Malang: Gandum Mas, 2008), 615.
[5] Mark, Debra Laaser. The Seven Desire of Every Heart. (Yogyakarta: ANDI, 2010), 14.